a. Menghilangkan inisiatif: Peserta didik tidak akan bekerja atau belajar tanpa adanya perintah atau ancaman dari pihak lain. Mereka menjadi pasif dan hanya bergerak jika ada dorongan eksternal.
b. Menghambat kreativitas: Sistem pendidikan semacam ini cenderung mengabaikan kecerdasan akal budi dan mematikan potensi kreatif peserta didik. Mereka hanya dilatih untuk mengikuti instruksi, bukan untuk berpikir mandiri dan menghasilkan ide-ide baru.
c. Mengurangi imajinasi: Pendidikan yang terlalu fokus pada aspek intelektual semata akan membuat peserta didik kurang imajinasi. Mereka mungkin pandai secara akademis, tetapi kehilangan kemampuan untuk berinovasi dan berimajinasi.
d. Mendorong sifat individualis dan materialistis: Metode ini secara tidak langsung dapat mengutamakan diri sendiri dan materialisme. Peserta didik mungkin hanya termotivasi oleh imbalan atau menghindari hukuman, bukan karena keinginan tulus untuk belajar atau berkontribusi.
Maka jika dikaitkan dengan pajak, artinya jika pendidikan perpajakan hanya didasarkan pada ancaman denda atau sanksi, masyarakat mungkin hanya akan patuh karena takut, bukan karena kesadaran. Ini tidak akan membentuk habitus yang berkelanjutan. Yang terjadi adalah masyarakat tidak kreatif mencari solusi kepatuhan pajak, hanya menunggu perintah, dan mungkin hanya mementingkan keuntungan pribadi tanpa peduli kontribusi pada negara.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus mengembangkan bakat, potensi siswa, dan siswa perlu belajar merdeka (memilih sendiri). Konsep "Taman" berarti pendidikan harus alami, gembira, dan memberikan kebebasan dengan arahan. Ini mengusulkan pendekatan edukasi perpajakan yang lebih humanis dan partisipatif. Masyarakat harus diberi pemahaman yang utuh tentang pajak (apa, mengapa, bagaimana) agar mereka merasa "merdeka" dalam memahami dan menjalankan kewajiban mereka. Mereka harus diberi ruang untuk bertanya, berdiskusi, dan memahami esensi pajak, bukan hanya dijejali aturan.
Lalu apa yang menjadi tujuan dari Pendidikan itu sendiri? Ki Hajar Dewantara merumuskan 3 tujuan luhur dari Pendidikan, yang dikenal dengan Tri Rahayu.
1. Memayu Hayuning Sarira (memelihara kebaikan diri sendiri): Pendidikan bertujuan untuk menciptakan kebaikan-kebaikan bagi diri sendiri. Kesadaran pajak dimulai dari diri sendiri, dari pemahaman bahwa pajak adalah kewajiban pribadi yang akan membawa kebaikan bagi diri sendiri (melalui fasilitas publik yang dibiayai pajak).
2. Memayu Hayuning Bangsa (memelihara kebaikan bangsa): Pendidikan bertujuan untuk untuk terciptanya kebaikan dan kesejahteraan bangsa. Sejalan dengan fungsi pajak sebagai alat utama negara untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan bangsa. Membayar pajak adalah wujud nyata memelihara kebaikan bangsa.
3. Memayu Hayuning Bawana (memelihara kebaikan seluruh alam semesta): Lingkup yang lebih luas, menunjukkan bahwa kontribusi pajak juga bisa berdampak pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan global secara tidak langsung.