5. Asas Kemanusiaan
Asas ini menegaskan bahwa pendidikan harus memanusiakan manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks perpajakan, ini berarti sistem dan edukasi pajak harus adil, tidak memberatkan (dalam batas wajar), dan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Menghindari praktik pajak yang tidak manusiawi atau eksploitatif.
Terdapat 3 semboyan Pendidikan yang sangat terkenal dari Ki Hajar Dewantara, yaitu "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani"
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan memberi teladan)
Ing Ngarsa Sung Tuladha mengandung makna, sebagai pamong (pendidik) adalah orang yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai "central figure" (Ruth et al., 2023). Artinya seorang pemimpin atau pendidik (dalam hal ini, pemerintah atau otoritas pajak) harus bisa memberikan contoh yang baik. Jika pemerintah transparan, akuntabel dalam penggunaan pajak, dan tidak korupsi, maka masyarakat akan lebih percaya dan patuh. Pendidikan perpajakan juga harus dimulai dari teladan yang baik dari pihak yang mengedukasi.
2. Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah membangun kemauan/semangat):
Menurut Ruth et al (2023) konsep ini menekankan peran pendidik sebagai mitra belajar yang peka, aktif, dinamis, dan responsif terhadap segala perubahan yang terjadi dalam proses pembelajaran, terutama yang terkait dengan situasi dan kebutuhan peserta didik, atau dalam hal ini adalah wajib pajak. Pemerintah harus bisa membangun motivasi dan semangat dari tengah-tengah. Otoritas pajak atau edukator harus bisa berinteraksi aktif dengan masyarakat, mendorong kesadaran dan kemauan mereka untuk membayar pajak, bukan hanya memerintah. Mereka harus terlibat dalam dialog dan membangun partisipasi.
3. Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)
Tut Wuri Handayani adalah slogan utama dalam pendidikan di Indonesia. Slogan ini berarti "di belakang harus mendukung" dan menekankan peran guru sebagai motivator dan pendukung bagi peserta didik. Artinya pemerintah harus mendukung dan memfasilitasi masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajaknya, misalnya dengan sistem yang mudah, sosialisasi yang efektif, dan layanan yang baik. Ini adalah peran pendukung dan pemberdaya.
Ki Hadjar Dewantara mengkritik keras pendidikan tradisional yang mengandalkan perintah, ancaman, dan ketertiban. Menurutnya, metode semacam ini memiliki dampak negatif yang signifikan, seperti: