"Apa aku antar saja?", candaku.
"Jangan. ngrepotin", jawabnya.
"Kalau aku nggak repot gimana?", tanyaku. Meski pesanku centang biru tanda dibaca, beberapa lama dia tidak juga membalas pesanku, bahkan setelah aku melakukan beberapa kegiatan. Aku pikir sepertinya dia sudah berangkat sehingga tak sempat membalas pesanku.
Sejam kemudian tiba-tiba muncul notifikasi pesan darinya.
"Boleh. Kalau nggak ngrepotin", jawabnya.
"Aku jemput di rumah?" tanyaku menggoda karena dia pasti nggak mau.
"Jangan....!! Ntar jadi gosip", jawabnya disertai emoji tertawa.
"Di gate tol saja", sambungnya.
"Oke. Sekitar satu setengah jam lagi sampe sana", jawabku sembari bergegas berkemas lalu berangkat.
Entahlah, bertemu dan berkomunikasi dengannya membuatku lebih bersemangat. Aku pikir tidak ada salahnya aku meluangkan waktu untuk jalan-jalan ke Jogja.Â
Rasanya ada energi baru dalam diriku semenjak berjumpa dengannya. Sejujurnya aku terkesan sikapnya yang terbuka, apa adanya dan gairah hidupnya yang pantang menyerah. Selama empat hari sejak bertemu dengannya, aku merasa tak lagi sendiri, bahkan rasanya tak ingin melewatkan saat-saat saling berbalas pesan sambil tersenyum dan tertawa sendiri atau berbicara via telepon berlama-lama.