Seminar "Your Brain in Love" menghadirkan pengalaman yang tidak biasa bagi mahasiswa STT Satyabhakti. Dibuka dengan pujian dan doa, suasana seminar segera bergeser dari sekadar ruang akademis menjadi ruang perjumpaan antara psikologi, neurosains, dan firman Tuhan.
Pdt. Posuka Loke sebagai narasumber menegaskan sejak awal: "Cinta bukan hanya emosi, tetapi sebuah sistem motivasi yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan kita." Dengan bahasa yang lugas, beliau menjembatani ilmu otak modern dan kebenaran Alkitab sehingga mahasiswa bisa melihat bahwa kasih bukan sekadar perasaan yang fana, melainkan komitmen yang perlu dikelola dengan hikmat.
Dari Dopamin hingga Neuroplastisitas
Pdt. Posuka memaparkan bagaimana otak bekerja ketika seseorang jatuh cinta. Dopamin memberi rasa euforia, fokus, sekaligus risiko adiksi. Oksitosin dan vasopressin menumbuhkan rasa percaya dan keterikatan, sementara serotonin yang ditekan di awal hubungan sering menjelaskan mengapa orang cenderung obsesif pada pasangannya. Namun, setelah lebih dari dua tahun, serotonin kembali normal dan logika mengambil alih.
Proses biologis ini disandingkan dengan prinsip Alkitab: cinta sejati adalah komitmen (1 Kor. 13:4,7), melibatkan seluruh aspek manusia tubuh, jiwa, roh (Mrk. 12:30), dan selalu menjaga kesucian (1 Tes. 4:3). Bahkan, konsep pembaruan budi (Rm. 12:2) ternyata sejalan dengan temuan neurosains tentang neuroplastisitas: otak bisa berubah sesuai pola yang kita latih setiap hari.
Refleksi dari Pertanyaan Mahasiswa
Sesi tanya jawab membuka pergumulan nyata yang banyak anak muda hadapi:
Tentang restu orang tua.
Seorang mahasiswa bertanya bagaimana menghadapi cinta yang tidak direstui. Jawaban Pdt. Posuka sederhana tapi dalam: berdoa, berjuang, buktikan kesungguhan. Cinta bukan jalan pintas.Tentang cinta yang berkhianat.
Kevin mengangkat dilema antara love dan wisdom. Apakah tetap mengasihi berarti harus bertahan meski diselingkuhi? Jawabannya: kasih memang sabar, tetapi harus ada batasan. Mengampuni tidak sama dengan membiarkan diri terus disakiti.Tentang luka lama.
Herlin bertanya apakah pasangan bisa menyembuhkan luka satu sama lain. Jawaban jujur muncul: jangan berharap pasangan jadi penyembuh, karena pemulihan sejati haruslah di dalam Kristus.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!