Hidup tanpa arahan seorang ayah rasanya seperti berjalan dalam kegelapan. Tetap melangkah, tetapi tak tahu ke mana harus pergi. Cahaya yang dulu selalu menuntun, kini redup dan menghilang.
Seorang anak yang kehilangan figur ayah, baik karena maut maupun karena kehadiran yang tak lagi nyata, akan selalu merindukan sosok itu.
- Refleksi dalam buku Ayah, Ini Arahnya Ke Mana, ya? karya Khoirul Trian menyuarakan perasaan anak-anak yang kehilangan. Ada kesunyian yang menyelinap dalam keseharian, ada kerinduan yang menggantung di udara tanpa bisa terjawab.
Kerinduan yang Tak Pernah Padam
"Ayah, kau di mana? Di tiap-tiap rindu yang aku terbangkan, kau menangkap salah satunya, 'kan? Kau masih bisa melihatku, 'kan?"
Kehilangan seorang ayah bukan hanya kehilangan sosok, tetapi juga kehilangan arah. Anak yang terbiasa mendapat pujian, bimbingan, atau sekadar tatapan bangga dari ayahnya, kini harus belajar untuk mandiri tanpa itu semua.
Ketika seorang ayah tiada, kehidupan tetap berjalan. Namun, ada momen-momen kecil yang terasa kosong. Tidak ada lagi suara "Selamat!" yang keluar dari bibir seorang ayah untuk sekecil-kecilnya pencapaian. Tidak ada tangan yang kuat untuk membantu meraih mimpi.
Dunia mengajarkan bahwa setelah dewasa, kita harus bertahan sendiri, tapi siapa yang siap untuk kehilangan sayap ketika sedang keras-kerasnya belajar terbang?
Sosok yang Tak Tergantikan