"Masihkah kamu Gio-ku dulu atau bukan?" tangan kanan Sheren yang terluka kemudian menggenggam kemeja Gio. Rupanya tangan Sharen tergores pisau yang Gio simpan dalam tasnya. Pisau itu mungkin mencuat karena penuhnya muatan dalam tas Gio.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Karena Gio-ku dulu tak pernah berbohong. Tapi kamu? Sejak awal kamu berbohong. Kerja apa kamu sampai membawa benda tajam ke sana? Aku tau apa isi tasmu karena barusan saat aku jatuh aku membuka isinya. Dan lihat! Tanganku terluka," ucap Sheren dengan penuh penekanan.
"Dan coba jelaskan aroma darah yang kucium saat kemarin pertama kita bertmeu. Kamu tidak terluka sama sekali kemarin, tapi dari mana darah itu? Aku tak mau mempercayai ucapan sopir tadi yang bilang kamu adalah ketua mafia itu, tapi,,," Sheren menghentikan ucapannya karena rasa sesak di dadanya begitu kuat. Sheren menangis sejadi-jadinya. Tangannya semakin kuat mencengkram ujung kemeja Gio.
"Angkat tangan!" segerombol polisi kini mengepung Gio dan Sheren. "Nona, kemarilah, menjauh dari pembunuh itu!" teriak si kapten polisi.
"Siapa? Di mana penjahatnya?" tanya Sheren lemah.
"Tuan Gio Clavis," jawab si kapten. Para polisi segera mendekati Gio dan bersiap memborgol kedua tangannya. Sebelum diborgol, Gio mengisyaratkan pada para polisi itu untuk berhenti sebentar. Gio kemudian mengambil sesuatu dari kantong kemejanya. Sebuah surat dengan tulisan huruf braile untuk Sheren. Ia kemudian menyodorkannya pada Sheren.
"Aku jelaskan semuanya di sini," ucap Gio dengan tenang sembari meletakkan surat itu di pangkuan Sheren. Namun Sharen malah melempar surat itu darinya.
"Kamu tega meninggalkanku dengan cara seperti ini lagi Gio? 14 tahun lalu kamu pergi dengan sepucuk surat, lalu sekarang kamu ulangi lagi? Tidakkah kamu merasakan betapa hancurnya perasaanku?" marah Sheren.
Gio memungut kembali surat itu dan memberikannya pada Sheren, "Dengar my Queen, aku bukan manusia baik-baik. Bahkan sejak awal kita bertemu. Saat aku bilang akan pindah, sebenarnya aku tak benar-benar pergi. Aku hanya mencari alasan supaya tidak bertemu denganmu lagi. Saat itu pertama kali aku tau bahwa keluargaku ialah keluarga mafia, kami punya banyak musuh. Aku tidak ingin kamu terluka jika berdekatan denganku, makannya aku menjauh. Aku bahkan selalu mengawasimu tiap kali kamu pergi ke taman itu sendiri. Aku ikut hancur melihatmu menangis setiap sorenya di sana. Aku hancur. Dan sekarang kamu sudah tahu kan semua rahasia besarku. Semenjak ayahku mati dibunuh oleh musuhnya, aku semakin menggila, entah berapa nyawa yang sudah ku bunuh sejak saat itu. Aku menghabisi setiap nyawa yang terlibat dalam pembunuhan ayahku."
Gio menjeda nafas sebentar. Ia memperhatikan Sheren yang sudah tidak sehisteris awal tadi, "Jadi, lupakan pendosa ini. Anggap semua kebaikanku dulu adalah angin lalu. Aku pamit. Jaga dirimu baik-baik."