Mohon tunggu...
Nafisa QurrotaAYuni
Nafisa QurrotaAYuni Mohon Tunggu... Mahasiswa Mercu Buana

Nafisa Qurrota A'Yuni 33222010009 - D3 Akuntansi, Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 - Dirkursus Gaya Kepemimpinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi

12 November 2023   12:18 Diperbarui: 12 November 2023   12:18 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Diberhentikannya sang kakek yang bergelar Pangeran Cokroningrat dari posisi patih Danurejo VI, setelah itu tidak berapa lama kemudian sang kakek wafat

2. Diceraikannya  sang ibu oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan diminta untuk keluar dari keraton

Setelah sekian lama menyimpan rasa tidak puas dan tidak betahnya Ki Ageng Suryomentaram kepada lingkungan keraton. Akhirnya Ki Ageng Suryomentaram meninggalkan kaeraton secara diam-diam dan memilihi pergi ke daerah Cilacap. Disana, Ki Ageng Suryomentaram menyamar sebagai pedagang kain batik dan stagen (ikat pinggang yang terbuat dari kain) dan mengganti namanya menjadi Notodongso. Kaburnya Ki Ageng Suryomentaram hanyalah sebatas pemberontakan pada dirinya sendiri dengan keluar dari kedudukannya sebagai pangeran.  Setelah melepas gelar kebangsawanannnya, Ki Ageng Suryomentaram memulai kembali kehidupannya sebagai seorang petani. Pada kehidupan baru tersebut, Ki Ageng Suryomentaram akhirnya merasa bebas dalam mengembangkan dirinya dan akhirnya menemukan jawaban-jawaban atas kegelisahan yang selama ini dialaminya. Selain itu, Ki Ageng Suryomentaram pun mulai mendalami ilmu olah batinnya dengan melakukan perjalanan untuk menemukan rasa yang ada dalam dirinya sendiri. Dari pengalaman yang telah dilalui oleh Ki Ageng Suryomentaram membuahkan sebuah hasil  kesimpulan bahwa setiap berteu dengan "orang" memunculkan perasaan senang. Rasa senang yang muncul ini disebut dengan rasa bahagia atau "Beja".  

Dari perjalanannya tersebut Ki Ageng Suryomentaram  mempunyai  sebuah konsep yang disebut “Enam Sa”. Konsep tersebut digunakan sebagai pedoman untuk meraih kebahagian dalam hidup (Alamsyah, 2022). Dalam bukunya yang berjudul Kawruh Bejo (kawruh jiwa) dijelaskan bahwa untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan batin, seseorang harus menerapkan konsep “Enam SA” yaitu, sakbutuhe (sebutuhnya), saperlune (seperlunya), sacukupe (secukupnya), sabenere (sebenarnya), samesthine (semestinya), dan sakpenake (sepantasnya).  Menurut Ki Ageng Suryomentaram untuk dapat mencapai sebuah titik kebahagiaan seseorang harus hidup tidak berlebihan dan menghadapi sesuatu dalam hidupnya dengan kewajaran atau tidak ambisius (Marhamah, Murtadho, & Awalya, 2015). Ajaran Kawruh jiwa menganjarkan seseorang menjadi bahagia dengan meningkatkan kesadaran terhadap keinginannya (Alamsyah, 2022). Menurutnya di dunia ini tidak ada yang pantas untuk dicari dan dihindari secara mati-matian atau berlebihan. Sebuah keinginan jika tercapai akan menimbulkan rasa senang, namun tidak bertahan lama, padahal keinginan itu sifatnya mulur (terus bertambah). Sebaliknya jika keinginan tidak tercapai akan menimbulkan rasa kecewa, sedih, marah atau mungkret (menyusut). Mungkret ini dalam artian apa yang diinginkan menjadi berkurang baik secara kualitas atau kuantitasnya, sehingga memunculan rasa kecemasan (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Seseorang yang mampu menerapkan konsep “Enam SA” dalam kehidupannya secara konsisten akan mengantarkan kepada ketentraman. Karena seseorang yang menerapkannya tidak akan merasa dituntut dan tidak akan merasa mempunyai saingan untuk mendapatkan seseuatu tersebut (Afif & Dkk., 2019). Dengan melakukan olah Kawruh Jiwa sebagai media dalam olah rasa memberikan kontribusi bagi pengembangan kesejahteraan dan kualitas hidup yang berbasiskan pada rasa sebagai landasan instrospeksi diri. Ajaran Kawruh Jiwa memberikan arahan untuk dapat memahami dan mengerti diri kita sendiri. Tujuan dari kawruh jiwa untuk menemukan dan mencapai menungso tanpa tenger (manusia tanpa ciri) yang merupakan puncak ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Dengan menguasai konsep ini maka semua hal yang kita lakukan dalam kehidupan akan terukur dan sesuai dengan yang kita butuhkan.

1. Sabutuhe (sebutuhnya)

Sabutuhue ini memiliki arti sebutuhhnya. Prinsip ini berkaitan dengan kebutuhan manusia. Manusia dapat melangsungkan kehidupan karena adanya dorongan dari alam bawah sadar yang menurut Ki Ageng Suryomentaram disebut rasa hidup. Apabila manusia mampu memahami rasa hidup yang berupa dorongan bertahan hidup maka melahirkanlah pemikiran sabutuhe (Alamsyah, 2022). Misalkan merasa lapar dan haus. Karena dirinya tahu apa yang butuhkan maka seseorang tersebut pasyi akan mencari apa yang dirinya butuhkan seperti makanan dan minuman. Dengan prinsip sebutuhe juga seorang pasti akan mencari hal yang dibutuhkannya saja, tidak perlu melihat dari harga dan mewahnya hal yang dinutuhkan. Prinsip sabutuhe membuat seseorang akan memiliki akal budi, rasa, naluri dan feeling yang baik atau disebut rasionalitas reflektif. Dengan adanya rasional reflektif ini, maka akan terwujud situasi yang positif. Prinsip sabutuhe juga dapat menghindarkan orang dari rasa iri dan dengki. Dengan menerapakannya dalam kehidupan maka setiap keputusan yang diambil berdasarkan kebutuhannya dan tidak mengumbar nafsu untuk memenuhi setiap keinginan yang sering muncul dan bukan menjadi kebutuhan utama dalam hidupnya. Prinsip ini mendorong manusia untuk mengambil keputusan berdasarkan kebutuhannya bukan berdasarkan dari keinginannya semata.

2. Saperlune (seperlunya)

Saperlune miliki arti melakukan sesuatu yang dianggap perlu saja sehingga akan memunculkan sifat efisien dalam kehidupan. Menurut Ki Ageng Suryomentaram manusia hidup adalah juru catat yang selalu mencatat setiap pengalaman dalam hidupnya kemudian dikelompokan kedalam sebelas bagian. Catatan tersebut oleh Ki Ageng Suryomentaram dikelompokkan kembali menjadi sebelas yaitu, harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga, kebangsaan, jenis, kepandaian, kebatinan, ilmu pengetahuan, rasa hidup (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Catatan juga merupakan dorongan pada manusia perbedaan dari catatan dan rasa hidup hanya sumber asalnya. Antara rasa hidup dan catatan hidup memiliki hubungan dalam pembentukan kromodongso. kromodongso bekerja untuk memenuhi keinginan yang muncul. Karep yang dituruti akan terus meminta dipuaskan hingga tidak dapat lagi di capai keinginan tersebut. Hal tersebut disebut mulur dan mungkret. Jika manusia mampu memahami bahwa rasa manusia itu sama saja maka akan memunculkan pemikiran sacukupe (Alamsyah, 2022).  Sebagai contoh seperti diatas, seseorang merasa lapar dan haus. Maka  dirinya kan mencari makanan dan minuman yang  dibutuhkan untung menghilangkan rasa lapar dan haus nya. Ini juga dilihat dari seberapa perlunya, jika merasa sudah cukup maka seorang tersebut tidak akan membeli makanan dan minuman yang diluar dari kebutuhannya. Hal ini pun perlu sejalan dengan prinsip sabutuhe tidak perlu berlebihan dan tidak perlu mewah dan mahal yang terpenting adalah dapat menghilangkan rasa lapar dan haus.  Setelah mampu menerapkan prinsip saperlune manusia akan bertindak dengan mengedepankan fungsi dan kebutuhannya tidak lagi terikat oleh karep. Setelah dapat menerapkan prinsip saperlune dalam setiap kehidupan maka teranglah pemikirannya mengenai kebutuhan hidupnya sehingga menjadi tentramlah orang tersebut.

3. Sacukupe (secukupnya)

Dalam mencapai prinsip ini seseorang telah mampu melampaui dua prinsip diatas yaitu, sabutuhe, dan saperlune maka setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan tidak akan mencari tambahan lagi. Contohnya jika sudah merasa kenyang, seseorang tidak akan mencari makanan lagi karena dirinya sudah merasa cukup dengan makannan yang sudah dia makan. Prinsip ini dapat menghindarkan seseorang dari sifat serakah, ambisi atau dorongan yang berlebihan dapat menjadi penyimpangan. Dalam prinsip secukupnya yang menjadi pokok utama adalah setiap tindakan yang dilakukan tidak berlebihan tidak kekurangan. Prinsip sacukupe mengajarkan untuk dapat menerima diri sendiri sehingga mampu memahami kondisinya. Pemahaman rasa cukup pada seseorang mampu mendorong seseorang untuk bersyukur.

4. Sabenere (sebenarnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun