Dalam prinsip sabenere bermakna dalam menjalankan tindakan dilakukan secara benar tidak melanggar aturan yang ada. Tindakan yang benar adalah tindakan yang memberikan rasa nyaman dan tidak akan menimbulkan konflik atau memberikan dampak negatif dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mendapatkan rasa nyaman tersebut manusia perlu memahami dirinya dan kebutuhanya sendiri melalu prinsip sabutuhe, saperlune dan sacukupe, setelah dapat melampaui ketiga prinsip tadi maka akan muncul sikap nyawang karep (mawas diri). Jika manusia gagal dalam mengendalikan karep maka dapat menimbulkan rasa iri dan sombong. Keduanya merupakan penyakit hati. Karena menurut Ki Ageng Suryomentaram kedua hal tersebutlah menjadikan manusia selalu berusaha mengejar materi duniawi. Namun jika manusia berhasil dalam menjinakan karep maka akan tatag (percaya diri). Ketika manusia telah menjadi pribadi yang tatag tidak ada lagi yang perlu dicemaskan dalam menjalani kehidupan sehingga dapat merasakan ketentraman dalam dirinya (sebenere). Manusia hidup seharusnya mencari ketentraman jiwa dengan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya
5. Samestine (semestinya)
Prinsip ini mengajarkan bahwa setiap tindakan harus sesuai dengan aturan dan tidak melanggar norma. Setelah manusia mengerti dan dapat mengendalikan karep melalui mawas diri maka akan menginjak pada pengetahuan tertinggi dalam hidupnya yakni, dapat mengenal dirinya sendiri atau pengetahuan diri sendiri. Ciri orang yang telah mencapai tingkatan ini adalah mengerti setiap tindakan, ucapan dan keinginannya sendiri (Ki Ageng Suryomentaram, 2002). Setelah dapat mengenal dirinya sendiri manusia akan dapat memposisikan dirinya sesuai dengan keadaan di sekitarnya dan sesuai dengan kebutuhannya tanpa adanya konflik. Manusia dalam menanggapi sesuatu dapat dibedakan menjadi dua yaitu senang dan benci. Kedua rasa tersebutlah yang mendorang seseorang dalam bertindak dan berperilaku di sosial. Orang yang terbawa arus kesenangan akan mendukung tindakannya namun, orang yang terlalu membenci sesuatu akan menentang segala tindakan yang di benci tersebut. Menurut Ki Ageng Suryomentaram seseorang tidak boleh terlalu condong pada salah satu rasa tersebut karena dapat menimbulkan konflik. Ia harus dapat memahami alasan yang membuatnya senang dan membuatnya benci. Jika telah mampu untuk memahami rasa senang dan benci lantas orang tersebut akan merasakan nyaman dalam berbagai kondisi. Sederhanya manusia hidup harus mengerti apa yang sedang dirasakan dan sebab-akibat dari rasa tersebut sehingga setiap keputusan yang diambil akan lebih bijak.
6. Sapenake (seenaknya)
Arti dari sapenake adalah bagaimana melakukan sesuatu harus enak, nyaman, tidak terbebani atau mendapatkan tekanan. Setelah mampu mendalami rasa senang dan benci dan memahaminya maka lahirlah rasa bebas yakni perasaan terbebas dari segala macam konflik, baik dari dalam diri sendiri (karep) dan dari eksternal yaitu semua hal yang mengganggu perasaan-perasaan yang berebentuk kepentingannya berupa semat, derajat, keramat. sehingga orang akan senantiasa merasa tidak terbebani dengan berbagai macam hal dan akan menghadirkan perasaan nyaman dimanapun dan kapanpun. Tingkatan ini merupakan dimensi tertinggi dalam kawruh jiwa Karena pada tingkatan ini kondisi manusia telah mampu melihat secara keseluruhan dorongan dari rasa hidup yang bersifat instingtif dan dorongan catetan yang mendukung kepentingan pribadi.
Dengan menjalankan konsep "Enam Sa" ini dalam kehidupan maka seseorang dapat mengendalikan diri dan akan mucnul ketenangan dalam dirinya. Hawa nafsu yang ada diri merupakan salah satu factor yang dapat memicu kegelisahan dalam diri. Konstribusi "Enam Sa" apat dijadikan sebagai contoh dalam urusan memimpin. Dengan mengendalikan hawa nafsu yang dimiliki seorang pemimpin akan bisa mengontrol dirinya dan paham apa saja yang dia butuhkan dan merasa cukup dari apa yang dia punya. Karena dia sudah merasa kebutuhnanya terpenuhi, maka dirinnya akan mengontrol dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal-hal yang diluar batasan dan inilah konsep dari "Enam Sa" berperan. Karena semuanya hampir tepernuhi maka dirinya akan merasa bahagia dan nyaman dengan kehidupan yang dia jalani tanpa melakukan hal-hal yang diluar batasannya atau bisa saja melakukann korupsi karena kehidupannya sudah berjalan semestinya. Seseorang yang dapat memahami konsep dari “Enam Sa” maka akan dapat mengenali keinginannya, dan menjadi pengawas atas keinginan tersebut Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran “Enam Sa” Ki Ageng suryomentaram dapat menjadi jalan keluar seseorang ketika dalam sebuah situasi dan kondisi yang harus dijalani, sehingga sikap lahir dari diri seseorang mendapatkan menumbuhkan makna hidupnya sendiri.
Daftar Pustaka
Alamsyah, M.B. (2022). Konsep “Enam Sa” Suryomentaram Sebagai Alternatif Psikoterapi Sufistik Dalam Menghadapi Pandemi Covid19. Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
Afif, A., & Dkk. (2019). Rasio sebagai pedoman, rasa sebagai acuan: konseptualisasi dan aktualisasi filsafat kawruh jiwa Ki Ageng Suryomentaram (Pertama). Yogyakarta: BasaBasi.
Aprilia, Z. (2023). Surya Darmadi, Dulu Orang Terkaya RI, Kini Koruptor Terbesar. CNBC.Indonesia.
Marhamah, U., Murtadho, A., & Awalya. (2015). Indigenous Konseling ( Studi Pemikiran Kearifan Lokal Ki Ageng Suryomentaram Dalam Kawruh Jiwa ). Jurnal Bimbingan Konseling, 4(2), 100–108.