Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Kunang-kunang

16 Januari 2020   21:30 Diperbarui: 16 Januari 2020   21:41 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Pinterest.com/cosmosue.deviantart.com)

kurobek selembar mimpi
yang membusuk dalam tangkai ilusi
meluapnya malam tanpa batasan
rembulan terjepit kepak kelelawar
gemintang terpenjarakan awan kelam

bidadari memancung sepi
memenggal leher cakrawala hitam sunyi
hancur berserak keping-kepingnya
terbelah dua bagian sama beningnya di lain pengindraan
serpihan lengang berenang di samudera malam

percah cahaya terpercik dari genggaman khayalanan
surga yang telah lama meringkuk lapuk
dinding-dindingnya pucat pudar
tak ada angin pada tiap-tiap jendelanya
udara telah teracuni dosa
kebenaran menjadi meriang demam
lalu kuku orang mati masih bertumbuh di dunia

menjadi sebuah mitologi :

kunang-kunang abadi
pemuja setia malam penuh mimpi
hanya mengenal satu musim terbang
langit robek lebar zaman terdampar
malaikat terkapar
kunang-kunang membuncah cahaya keluar
setitik sinar atas sadar nan mekar

(Denpasar-Bali, Selasa 30 Desember 2008. 1001 Puisi Nadya Nadine).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun