Mohon tunggu...
Haris Maulana Yusuf
Haris Maulana Yusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa aktif yang ceria dan ambisius, memiliki hobi menyanyi, menulis, dan membaca komik di waktu uang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Monster yang Tak Terlihat

18 Januari 2023   06:18 Diperbarui: 19 Januari 2023   00:15 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita kuat. (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com) 

"NIANA!!! KAMU KENAPA, NAK?! TENANG DULU, YA NAK. MAMAH MINTA MAAF KALO MAMAH PUNYA SALAH, YA."

Sang ibu berteriak mencoba menggapai anak perempuan satu-satunya itu. Ia pun tak kuasa menahan tangis, bertanya kepada sang maha kuasa, "Ya tuhaan ... kenapa jadi begini?"

Sayangnya, Niana tidak dapat mendengar suara ibunya karena pengeras suara yang sudah rusak. Saat ibunya terus berteriak pada angin malam, Niana terus menabrakkan kepalanya ke dinding kamar, darah mengalir dari dahinya hingga ia akhirnya berhenti, duduk meringkuk di ujung ruangan.

Napasnya terengah-engah, air mata mengalir deras diiringi isakan tangis yang terdengar sangat memilukan. Ketika ia sadar bahwa dirinya telah berteriak membentak ibu yang ia cintai untuk kali pertama dalam hidupnya, rasa kesal pada dirinya sendiri dan penyesalan datang menghampiri.

Niana meringis menatap kamar yang kini sudah hancur berantakan. Seonggok handphone yang telah hancur tergeletak persis di tengah kamar, menyatu dengan hiruk-pikuk barang-barang. 

Mendengar suara samar ibunya dari barang hancur tersebut, Niana beranjak menuju tengah kamar, duduk bersila dengan darah yang mengotori baju dan membasahi tubuhnya, ia mulai berbicara,

"Mah ... Aku ga tahu mamah bisa denger aku atau engga, tapi tolong dengerin aku, ya?" pinta Niana dengan suara lembutnya. Sebuah jeda cukup lama hingga ia menarik napas panjang lalu melanjutkan,

"Maafin aku, Mah. Aku ga bermaksud teriak kaya begitu ke mamah. Aku harusnya terus jadi anak berbakti. Ada banyak hal yang sebenernya mau aku ceritain ke mamah, tapi mamah sering sibuk ngurusin pasien mamah dan aku ngertiin, kok. Aku sebenernya ga punya teman. Citra itu cuma karangan aku aja. Semua orang di kelas benci sama aku, mungkin karna aku ga mau ngasih contekan tugas, hehehe ... tapi gapapa, Mah. Tanpa teman aku juga bisa hidup, kok," Niana bercerita dengan senyum pahit di wajahnya.

"Aku sebenernya juga ga pernah dapet nilai B+, aku bilang begitu karna cuma mau liat reaksi mamah aja, tapi ternyata mamah marah sama aku. Aku juga bohong kalo aku benci sama mamah. Mamah itu satu-satunya orang yang aku sayang di dunia ini. Maaf ya, Mah kalo aku bohong. Maaf ya, Mah belom bisa jadi anak yang baik buat mamah. Maaf ya, Mah aku belom bisa jadi dokter. Tapi maaf, Mah ... aku udah ga kuat."

Niana menoleh, menemukan sebuah silet yang sebelumnya ia beli untuk memotong kertas kado. Ia berniat memberikan hadiah pada hari ulang tahun ibunya, tetapi takdir berkata lain. 

Menggenggam silet dalam telapak tangan, Niana kemudian mengarahkannya ke pergelangan tangan yang dirinya sendiri tahu bahwa urat nadi adalah tanda kehidupan seorang manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun