Obat-obatan inilah yang menjadi salah satu ketakutan dan mitos menyebar di masyarakat. Jika anak saya konsultasi ke psikolog pasti pulangnya diberi obat. Kan berbahaya kalau minum obat setiap hari. Jangankan minum obat, diajak bicara saja tidak mau terbuka.Â
Kejadian seperti itu pernah juga dialami oleh Pak W (wali murid saya di tahun 2008). Kebetulan anak Pak W tersandung kasus obat terlarang, dan pihak sekolah sebelum memutasikan anak yang bersangkutan, terlebih dahulu anak ini dibawa ke psikolog. Akhir cerita putra Pak W menjadi pasien rehabilitasi.
Psikolog hanya akan mengatakan yang ingin didengar klien
Seorang psikolog akan memandang setiap kasus dengan profesionalisme dan akan memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh klien sesuai kondisi dan kebutuhannya.Â
Perbincangan dua arah oleh klien dan psikolog merupakan interaksi sakral. Tidak hanya klien saja yang dimintai keterangan, namun keterlibatan keluarga seperti ayah, ibu, dan saudara bisa juga dihadirkan. Bukan untuk menghakimi, tapi lebih kepada objektif pengambilan langkah agar klien tidak lagi merasakan kerugian kesehatan mental.
Meskipun psikolog akan berbeda cara menangani antar kliennya. Banyak metode yang diterapkan, tak lain dan tak bukan semata untuk kesembuhan klien.
Biaya ke psikolog mahal
Meskipun biaya untuk mengunjungi psikolog bisa berbeda-beda, namun terdapat pilihan yang terjangkau, fasilitas kesehatan mental umum dan program bantuan pemerintah seperti yang berada di puskesmas terdekat.Â
Selain itu sekolah dapat bekerja sama dengan psikolog di bawah naungan lembaga pendidikan lainnya. Dinas Pendidikan, lembaga desa hingga kampus yang miliki klinik layanan psikolog menjadi alternatif efektif menyehatkan mental siswa dan masyarakat pada umumnya.
Buang mitos tentang disfungsi konsultasi ke psikolog antara takut dan tak literat yang sering tergiang di telinga.Â
Jangan ragu berkunjung jika dirasa kesehatan mental kamu terganggu. mencegah lebih baik daripada mengobati!