Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK Kab. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Aturan Tidak Tertulis di Dunia Kerja, Lakukan atau Abaikan?

7 Desember 2023   21:33 Diperbarui: 2 Juni 2025   20:52 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z mengalami stres di dunia kerja(Unsplash)

Setiap manusia senantiasa mendamba, kelak ketika pascatamat pendidikan akan gapai cita-cita. Lulus bangku sekolah maupun kuliah, fase berikutnya meja kerja sudah menanti. 

Umumnya, semangat membara ketika peroleh kerjaan sesuai passion. Segala persiapan digaungkan guna menjalankan posisi pegawai, karyawan, dokter, polisi,  guru, juru, bahkan bertempat di struktur yang lebih tinggi. 

Persiapan tidak sebatas penampilan fisik saja. Namun, mental tetap menjadi andalan dalam mengarungi lapangan kerja. Bagaimana harusnya bersikap terhadap pimpinan, partner kerja, hadapi klub senioritas, bahkan harus seperti apakah nada kita bicara kepada orang-orang di tempat kerja.

Sikap di dunia kerja apakah selamanya menjadi prioritas utama? Penilaian pimpinan ke kita, apakah hanya berdasarkan aturan tertulis saja? 

Lalu, bagaimanakah jika aturan tidak tertulis membuat tidak kerasan di tempat kerja itu? Atau sebaliknya, aturan tidak tertulis akan menjadikan pribadi antikritik.

9 Aturan tidak tertulis di tempat kerja

Jangan menanyakan hal privat

Bagi sebagian orang, besaran gaji menjadi hal riskan untuk diperbincangkan. Saru, menurut orang Jawa yang berarti segala hal atau ucapan yang tidak pantas dilakukan. Terkait nominal cenderung bagian privat seseorang. 

Selain bertanya dan mencari tahu upah maupun gaji seseorang, hal privasi yang tidak tertulis pada aturan dunia kerja yaitu menanyakan "Sudah married berapa lama, kok belum punya momongan?". 

Riilnya ada yang siap dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun tak sedikit yang cenderung menghindar jika dibebani dua kalimat tanya itu. Maka alangkah baiknya tuk selektif memilah dan memilih topik obrolan. 

 Jangan menegur kesalahan di depan orang lain

Terkadang emosi tidak dapat dikendalikan secara bijak. Kelola kekesalan hati yang tidak pas bisa terbitkan emosional. Hal tersebut dapat terjadi sebab kesalahan rekan kerja sebagai sumber pemicu luapan negatif. Sangat disayangkan seandainya Anda melampiaskan kekesalan langsung di depan orangnya. 

Parahnya lagi di kelilingi banyak orang. Intinya, jangan sesekali menegur kesalahan rekan sejawat di depan orang lain. Utamakan tata hati dan pikiran supaya seimbang ketika otak memerintahkan berbicara, lontarkan perkataan sopan didahului klarifikasi. Sebisa mungkin hindari kontak tangan. 

Kerja sewajarnya

Pada bagian ini dimanapun Anda bekerja tentunya tidak menjumpai slogan maupun poster terpampang "Kerjalah Sewajarnya" di dinding kantor. 

Bayangkan andai itu terjadi. Sontak para pegawai cengar cengir dan berlagak semau gue. Multi makna mengulik kalimat tersebut. Kerja sejawarnya menggiring para pegawai senantiasa kerja sesuai tugas pokok masing-masing.

Semua hal apabila keluar dari batas kewajaran tentunya tidak baik. Jika wajar, maka hak dan kewajiban akan lancar. Jika wajar, peringkat ambisius tertekan dengan sendirinya. Kerja sewajarnya tanpa overthinking berkelanjutan. Jika wajar dan normal, maka rekan kerja dan pimpinan tidak akan 'merusak' karier Anda. 

Masuk kerja baik-baik, keluar pun juga baik-baik

Masuk dan keluar, satu pasang kata antonim lengkapi KBBI. Definisi masuk dan keluar secara baik-baik dalam konteks dunia kerja lebih condong pada kedisiplinan etika. 

Jika kedisiplinan jam dinas, pemakaian seragam, dinas luar, hingga fasilitas yang bisa digunakan sudah tercantum di aturan kepegawaian. Bicara etika, akrab disebut unggah ungguh atau tindak tanduk. 

Saat masuk kerja, silahkan perkenalkan diri sebaik dan sejujur mungkin. Anda dapat memposisikan kolega dan rekan kerja sebagai keluarga kedua. 

Kantor ibarat rumah sendiri. Sehingga ketika hendak resign entah  mengundurkan diri maupun diberhentikan, maka senantiasa unggulkan akhlak dan nurani positif guna berpamitan secara baik-baik. Semisal tidak bisa berikan penghargaan kepada kantor setidaknya jangan tinggalkan kenangan buruk di dunia kerja!

Hati-hati jika mau cerita ke orang lain, tembok kantor dapat berbicara

Nah, siapa yang pernah rasakan tembok bisa dengar serta auto bicara ke khalayak kantor? Pastinya hampir semua orang pernah mengalami. 

Aturan tak tertulis terkait kewaspadaan saat keluarkan isi hati, kata kuncinya jangan salah pilih teman curhat. Siapa teman siapa lawan, kata kunci sebagai pengantar semedi dengan diri sendiri sebelum putuskan bersama siapa Anda bercerita. 

Manusiawi ketika suntuk di dunia kerja dan terlibat pembicaraan, hati-hati menjaga mulut. Ingatlah bahwa yang kita anggap kawan belum tentu bisa menjaga kerahasiaan kita. Jika memungkinkan, uji dulu rekan kita. Apakah benar-benar amanah atau sebaliknya.

Kalau hendak cuti jangan asal tinggal kerjaan

Hela napas panjang saat teman sejawat cuti tanpa beri aba-aba dulu. Campur aduk suasana hati. Kalau hanya cuti tanpa tinggalkan kerjaan, bisa dimaafkan. Tapi kondisi yang sering dijumpai, teman cuti berbekas tumpukan laporan dan harus segera dituntaskan. Mood booster seketika sirna. 

Seandainya tidak usai dalam selesaikan kerjaan, sebelum cuti Anda bisa lampirkan catatan supaya teman yang gantikan job dapat selesaikan diiringi keikhlasan hati.

Jangan ikut-ikutan politik kantor, netral saja

Namanya saja dunia kerja, ada pimpinan ada pula bawahan. Jenjang karier atau struktural jabatan selalu berputar. Peralihan pimpinan, rotasi bagian, dan regenerasi penugasan secara natural serta aturan nyata terjadi. 

Tugas kita hanyalah ikuti alur dan jalani trik maupun siasat politik di dunia kerja. Cari aman? Bisa iya, bisa tidak. Iya, karena kita tidak mau terlibat langsung andai ada hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, apalagi sampai titik pemindahan ke luar kota. 

Tidak, dengan tegas pihak-pihak yang sepakat dengan hal ini berprinsip bahwa memilih pimpinan berdasarkan kualitas.

Lantas bagaimana dengan si netral? Bagi Anda yang memilih posisi netral, pertahankan diri untuk tidak ikut campur propaganda politik yang sedang marak di kantor. Hadapi hidup tanpa ada embel-embel kata tapi! 

Sirik dan julid jangan dibebankan pada profesional kerja

Sifat fitrah manusia punyai hal negatif. Contoh sirik dan julid. Sirik diartikan dengki, perasaan tidak senang seumpama teman kita raih kesuksesan. Sedangkan julid ditandai sifat kekanak-kanakan. Kebiasaan cari perhatian dan menyebalkan menjadi ciri khusus si julid. 

Berani terjun ke dunia kerja, berani pula tuk hadapi segala tantangannya. Anggap angin berlalu seandainya kita dapati rekan kerja sirik dan julid kepada kita. Jangan sesekali membalas dengan kebencian. Yakini bahwa semua capaian berupa garis rejeki dari Tuhan.

Terapkan prinsip, datang-kerja-gajian-pulang

Adakah pembaca atau Kompasianer pegang prinsip datang-kerja-gajian-pulang? Terasa jauh dari kata tekanan, makian, target, progres kerja, rencana tindak lanjut, dsb. 

Hidup dibuat santai. Nikmati pola kedatangan Anda, syukuri dan tekuni pekerjaan Anda, terima dengan riang saat gajian, dan berakhir pulang tanpa beban. Dibalik prinsip yang sudah mengakar terselip "kerja untuk ibadah, kerja bukan sebagai beban dunia". 

Aturan tersirat maupun tersurat seharusnya bisa membawa kita pada dunia kerja sebagai bentuk anugerah Tuhan. Maka attitude berlapis mental sehat sangat diperlukan. 

Mulailah dari hal kecil berbudaya positif untuk diri sendiri, kepada orang lain, di keluarga, hingga ke tempat kerja. Jangan pernah sepelekan perilaku verbal maupun nonverbal, jika tidak Anda akan tergerus dan terjebak pada aturan tak tertulis!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun