Mohon tunggu...
Muhammad Rinaldi
Muhammad Rinaldi Mohon Tunggu... Lainnya - Juru Tulis

Bercerita dengan bumbu komedi yang tidak menghibur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Siasat Sesat

20 April 2020   17:36 Diperbarui: 20 April 2020   17:35 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa bilang bahwa tempat pemakaman umum adalah tempat yang menyedihkan? Tidak bagi semua orang, ini adalah tempat kebahagiaan bisa lahir dari anak-anak kecil dan ibunya yang bersembunyi di balik pohon. Terkadang Tuhan memang Maha Adil, memberikan kesedihan pada satu pihak dan memberikan kebahagiaan di pihak lain.

Beberapa anak sudah menunggu, berjajar pada sisi jalan. Mereka sangat rapih berjajar dan di belakangnya ibu-ibu mereka dengan senang tiasa menunggu. Memberikan semangat dan perintah agar memasang wajah muram dan memelas. Memang benar jika anak-anak itu adalah "ayah" yang diharuskan memberi nafkah untuk ibunya sendiri. Oh bukan, untuk keluarganya sendiri.

Mencari pekerjaan bisa dimana saja, kapan saja, dan dalam keadaan apa saja. Semua bisa dijadikan lahan meraup keuntungan, salah satunya dari belas kasihan orang. Dari setiap ari mata yang turun hari itu pasti terselip doa agar yang meninggalkan diberikan tempat yang layak di kehidupan selanjutnya. Agar doanya didengar oleh Tuhan mereka harus bersikap baik dan hal ini harus dimanfaatkan anak-anak ketika meminta belas kasihan.

Anak-anak yang baik pun tidak boleh tersenyum ketika bertugas, ini berkaitan dengan kondisi hati yang akan diminta. Mereka sedang bersedih ketika ditinggalkan, jadi anak-anak pun harus ikutan sedih, tapi sedih karena harus mencari uang. Setiap ambulan yang datang selalu menandakan ada nafkah untuk hari ini. 

Yah, mereka selalu berharap banyak orang mati setiap hari agar banyak orang senang tiasa datang, tidak hanya 1, tapi 12, bahkan terkadang bisa sampai 30 orang. Mereka merindukan muka-muka orang bersedih yang telah kehilangan orang yang disayang. Salah kah? Tentunya tidak! (bagi mereka).

Kalau tidak begitu bagaimana mereka akan menafkahi keluarganya? Toh ibunya juga hanya berlindung di balik pohon atau terkadang berdiam dibelakang anak-anaknya. Tapi itu jarang, kalau mereka terlihat tentunya orang-orang akan sedikit memberi uang. Jadi lebih baik mereka berlindung di balik pohon, lumayan karena ibunya bisa berlindung dari terik sinar matahari. Nah jika sudah begini siapa yang salah? Ibunya atau anaknya? Atau lebih baik jangan saling menyalahkan!

Si Ibu: "Ups, ada nafkah baru. Cepatlah kamu kesana, baris yang benar, ingat cari tempat paling dekat dengan kerumunan orang. Ingat yah!"

Si Anak: "Siap Bu, tapi bagaimana bila Aku tak mendapatkan uang? Sainganku terbilang banyak, malah diantara mereka ada yang lebih mengkhawatirkan keadaannya. Aku takut orang-orang justru lebih memilih anak seperti itu"

Si Ibu: "Tenang nak, jika ternyata orang-orang lebih memilih anak yang keadaannya mengkhawatirkan seperti itu maka esok akan Ibu buat Kau melebihi anak itu"

Si Anak: "Semacam aku akan disiksa agar aku telihat mengkhawatirkan?"

Si Ibu: "Hahaha tentu tidak sayangku. Zaman sekarang banyak tempat untuk memoles dirimu jadi mengkhawatirkan. Ada yang kakinya buntung, kepala penuh benjol, dan buta. Kau bisa memilihnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun