Dalam studi resolusi konflik, terdapat konsep rekonsiliasi dan keadilan transisional sebagai bagian dari upaya menciptakan perdamaian jangka panjang. Namun, ketika kejahatan perang terus berlangsung tanpa akuntabilitas, prospek perdamaian menjadi semakin jauh dari kenyataan.
Perang asimetris di Gaza bukan sekadar pertempuran senjata, tetapi juga ujian moral bagi dunia: diam berarti membiarkan kezaliman terus berlanjut.Â
Pola serangan Israel yang terus meningkat menunjukkan strategi militer yang lebih agresif dan menandakan minimnya tekanan diplomatik yang efektif dari komunitas internasional. Selama tidak ada konsekuensi nyata bagi tindakan Israel, pola kekerasan ini akan terus berulang.
Sementara itu, bagi warga Palestina di Gaza, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup. Konflik ini bukan sekadar soal politik dan strategi militer, tetapi juga tentang kemanusiaan yang terus dilukai oleh perang yang tak kunjung usai.
Dalam jangka panjang, jika dunia tetap pasif terhadap kebrutalan ini, maka yang akan terjadi bukan hanya eskalasi perang asimetris yang berkepanjangan, tetapi juga kehilangan harapan bagi generasi mendatang di Palestina dan Israel untuk hidup dalam perdamaian sejati.
Oleh karena itu, dibutuhkan lebih dari sekadar kecaman. Diperlukan tekanan internasional yang nyata, diplomasi yang lebih kuat, dan mekanisme akuntabilitas yang jelas untuk menghentikan siklus kekerasan ini. Hanya dengan pendekatan holistik yang mencakup aspek politik, hukum, dan kemanusiaan, perdamaian yang berkelanjutan dapat diwujudkan di tanah yang telah lama menjadi saksi bisu penderitaan dan kehancuran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI