Selama bertahun-tahun, kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung menjadi impian para perantau muda Indonesia.
Kota-kota ini seakan menjadi simbol dari harapan: tempat mencari pekerjaan bergaji tinggi, membangun karier, dan mengejar mimpi-mimpi besar.
Banyak anak muda dari pelosok daerah datang dengan semangat membara, meninggalkan kampung halaman demi masa depan yang dianggap lebih cerah.
Gedung-gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan megah, hingga kafe-kafe kekinian menjadi gambaran tentang “kehidupan modern” yang diidamkan.
Di balik semua itu, tersimpan narasi panjang tentang perjuangan, tekanan, dan biaya hidup yang tinggi yang sering kali tak terlihat dari luar.
Namun kini, narasi itu mulai berubah. Perlahan tapi pasti, banyak dari mereka justru memilih pulang.
Bukan karena gagal, melainkan karena sadar: kehidupan yang diidamkan ternyata bisa diciptakan di luar kota besar di kota kecil, di kampung halaman, di tempat yang dulu ditinggalkan. Inilah awal dari gelombang baru: urban exodus.
Mereka Pergi, Tapi Bukan Lari
Urban exodus bukan semata soal 'kabur' dari tekanan kota. Ini adalah pergeseran cara pandang generasi muda terhadap arti kesuksesan dan kebahagiaan.
Jika dulu sukses selalu digambarkan dengan tinggal di kota besar, bekerja di gedung bertingkat, dan bergaya hidup urban, kini definisi itu mulai ditantang.