"HAH...yang bener kak?" tanya Zufar. Sepertinya dia tidak percaya kalau aku pernah jahiliyah. Aku mengangguk, "kakak paling sering nyuri di lemari milik ibu kakak, sering banget dan hampir setiap hari melakukannya. Berapa sih uang yang kakak curi? Ya... tergantung kalau yang ada di lemari dua ribu ya kakak ambil dua ribu, kalau seratus ribu ya kakak ambil seratus ribu.
Suatu hari kakak tertangkap basah ketahuan mencuri uang ibu kakak. Kalian tau apa yang ibu kakak lakukan? Bukan memarahi malah dia mengajak kakak duduk. Ibu kakak bilang, "sebenarnya ibu tau kamu yang suka ngambil uang di lemari ibu. Pertama kali ibu sadar ya saat kamu mencuri uang seratus ribu untuk rekreasi sekolahmu. Ibu tau kamu orangnya pingin banget makan enak terus, akhirnya terpaksa kamu ambil uang yang ada di lemari ibu untuk jajan. Ibu bersyukur uang yang kamu ambil bukan untuk ke warnet atau hal-hal yang mubadzir lainnya". Sambil berkata lembut ibu kakak juga mengelus-elus kepala kakak, hal yang sudah lama tidak kakak rasakan lagi sekarang.
"Maka ibu putuskan untuk menaruh uang di lemari ibu khusus untuk kamu memang. Setidaknya kamu gak akan mencuri uang siapapun kecuali uang ibu". Setelah bicara seperti itu ibu kakak tiba-tiba menangis, dia memeluk erat kak Faiz dan melanjutkan bicaranya, "tapi besok kamu akan berangkat mondok. Ibu sedih bukan cuma karena sudah gak bisa sering-sering lihat tawamu, tapi ibu juga sedih kebiasaan mencurimu akan kamu bawa sampai mondok. Jadi ibu minta tolong sama anak ibu yang paling ibu sayang sedunia ini, boleh kan?". Kakak mengangguk.
"Jangan pernah sekali-kali kamu melakukan keburukan apapun ke orang lain, kamu mungkin boleh nyuri uang ibu tapi jangan sekali-kali mencuri uang siapapun itu ya? Nah terus kata bu Ike kamu katanya suka bertengkar ya... itu juga gak baik soalnya itu bisa menyakiti kamu dan juga temenmu, bisa bikin sedih ibu juga janji ya sama ibu". Aku mengangguk lemah, lalu ibu kakak mencium kening kakak lama sekali.
Ceritaku terhenti, suaraku sudah serak, tak kuat menahan tangis. Teringat ibuku yang ada di rumah sendiri. Ayah tahun ini sedang sibuk-sibuknya dengan proyeknya. Hal yang paling membahagiakan baginya adalah ketika aku menelponnya. "Mulai saat itu kakak berusaha untuk tidak pernah sekali-kali berbuat buruk, yah walaupun pernah tapi setidaknya kakak berusaha". Kutatap mereka satu per-satu. Tidak, bukan tatapan seperti tadi, melainkan tatapan sebuah harapan bahwa kelak mereka harus jauh lebih baik dari pada aku.
Diantara mereka sudah ada yang menangis. Menutupi wajah mereka dengan bantal, dan sebagainya, "kakak yang baru kenal sama kalian belum sampai setahun saja sayang banget sama kalian, makanya kakak marahi, kakak hukum. Supaya kalian bisa jauh lebih baik kedepannya. Apalagi ibu kalian, jadi ingat kata-kata kakak. Kalau kalian ingin berbuat keburukan coba kalian ingat orangtua kalian. Senang nggak kalau kalian bertengkar. Seneng gak kalau kalian gak belajar yang rajin. Pasti jawabannya nggak".
"Kalian boleh benci sama kakak kalian boleh hina kakak, tapi jangan pernah sekali-kali kalian benci sama orangtua kalian. Mereka memondokkan kalian bukan berarti membuang tapi karena mereka berharap kalian bisa menjadi syafaat mereka nanti di hari akhir. Gak papa lah jarang ketemu di dunia tapi setidaknya nanti di akhirat kalian bisa bersama. Paham ya...?". mereka semua mengangguk samar.
"Yaudah sekarang tidur, sudah malam. Kakak mau cuci baju Hadyan dulu". Aku perlahan bangkit, "ini besok perbannya kakak ganti lagi". Ucapku pada Azka.
Aku berjalan menuju kamar mandi sebelah, "kak Faiz", belum sempat keluar kamar Zufar  memanggilku, aku berbalik, dia turun dari kasurnya dan langsung berhambur memelukku. Kubalas pelukannya, "makasih kak udah mau antar aku ke kamar mandi, maaf kalau misalnya merepotkan". Ucapnya sambil sesenggukan menangis.
Aku sudah tak kuat lagi menahan air mata dan air mataku tumpah, "kakak gak pernah sekalipun merasa direpotkan. Kamu tau kenapa kakak mau melakukan itu semua?".
Aku tak perlu menunggu jawaban dari Zufar langsung kujawab sendiri. "Bukan karena amanah kakak sebagai ketua asrama atau pembimbing kalian. Tapi karena kalian adik-adik kakak yang paling kakak sayang dan yang paling kakak banggakan, suatu saat nanti kalian akan jadi manusia manusia dengan sifat yang berbeda tapi memiliki satu tujuan yang sama, terima kasih sudah mau jadi adik adik yang hebat bagi kak Faiz dan kakak minta maaf belum bisa jadi kakak yang baik buat kalian". Bukan cuma Zufar yang memelukku melainkan yang lain segera turun dari kasurnya untuk berebut memelukku juga, semuanya menangis, tak terkecuali aku.