Mohon tunggu...
Muhamad Akbar Fadhil Mubarok
Muhamad Akbar Fadhil Mubarok Mohon Tunggu... Teknik Informatika

mahasiswa Informatika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Berkejaran dengan Waktu: Membedah Ilusi Deadline di Dunia Kode

16 Mei 2025   20:44 Diperbarui: 16 Mei 2025   20:44 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Software Engineering Economics & (sumber: AI)

Selama pandemi, seorang teman developer pernah bercanda: "Kodeku selesai bukan karena inspirasi, tapi karena jam dinding di kantor virtual terus berdetak."  Di balik kelakar itu, tersimpan realitas pahit yang diungkap Kuutila dkk. (2020): tekanan waktu adalah penumpang gelap di hampir setiap proyek perangkat lunak.  Kita sering mengira deadline hanyalah tanggal merah di kalender, padahal ia menanam bom waktu di kualitas, kesehatan tim, dan tentu saja---anggaran.

Tulisan ini mengajak kita menelisik ulang obsesi terhadap kecepatan.  Tak sekadar mengulang temuan ilmiah, namun menautkannya dengan nadi ekonomi proyek perangkat lunak.  Karena pada akhirnya, buruburu juga urusan rupiah.

Anatomi Time Pressure: Kenapa Semua Serba Mepet?

"Kalau bisa selesai besok, kenapa lusa?"  --Slogan tak resmi banyak manajer.

Studi Kuutila memetakan empat biang keladi jadwal mimpi:

  1. Estimasi yang terlalu optimis -- Mirip menulis soal matematika dengan angka tebakan.  Begitu realitas datang, rumus runtuh.

  2. Permintaan klien yang lincah -- Fitur berubah seperti cuaca tropis: cerah pagi, badai siang.

  3. Budaya hero lembur -- Kantor yang mengglorifikasi begadang seolah ia mantra produktivitas.

  4. Buffer waktu tipis -- Setiap keterlambatan tahap awal menetes jadi banjir di fase uji.

Mengapa daftar di atas terjadi berulang?  Karena keputusan sering diambil dengan lensa teknis belaka.  Software Engineering Economics mengingatkan: setiap baris kode punya harga, setiap jam lembur punya bunga, dan setiap bug punya biaya reparasi di masa depan (technical debt).  Kala faktor ini diabaikan, jadilah kita meneken kontrak dengan bayangbayang sendiri.

Efek Domino: Dari Sprint ke Sprint -- Kualitas Siapa yang Rebah?

YerkesDodson menyatakan sedikit stres bisa memacu fokus.  Tetapi grafiknya bukan garis lurus; ia menukik tajam saat tekanan melewati ambang.  Kuutila mencatat pola serupa:

  • Produktivitas semu naik -- velocity tampak gemuk selama dua minggu pertama.

  • Kualitas ambruk -- bug melonjak, refactor tertunda, dokumentasi hilang.

  • Testing tercekik -- karena semua delay parkir di akhir, tim QA berperan bak petugas pemadam.

  • Kelelahan kronis -- burnout menurunkan retensi, rekrutmen jadi biaya anyar.

Jika kita gambar bagan arus kas, kurva biaya jangka panjang melejit justru setelah proyek dirilis.  Inilah paradoks: menghemat seminggu di awal bisa menambah berbulanbulan perbaikan pascapeluncuran.

Ekonomi di Balik Baris Kode: Mengapa Angka Tidak Pernah Bohong

1.  HitungHitungan Sederhana

Misal tim merencanakan 1.000 jam kerja dengan tarif ratarata Rp200k/jam biaya langsung Rp200juta.   Manajer lalu memangkas jadwal 20%.  Berdasar model COCOMO, usaha bisa naik hingga 35%.  Artinya total jam membengkak jadi 1.350 jam = Rp270juta.  Selisih Rp70juta adalah harga kecepatan palsu.

2.  Capital Budgeting di Dunia Kode

Investor perangkat lunak sejatinya menjalankan capital budgeting: menakar biaya awal, biaya pemeliharaan, dan pendapatan yang diganjarkan fitur.  Namun ketika jadwal dipaksa ramping, analisis ini sering tenggelam.  Pekerjaan perbaikan pasca rilis jarang dihitung sebagai capex, padahal ia tetap menelan sumber daya.

3.  CostBenefit Bukan Alat Hiasan

CostBenefit Analysis selayaknya lampu sorot: ia menyingkap konsekuensi mencomot 'jalan pintas'.  Tambah orang di menit akhir?  Brook's Law bilang komunikasi meledak, biaya naik.  Memotong fase uji?  Risiko recall meroket, reputasi tergerus---laba masa depan pun bocor.

Jalan Tengah: Merawat Ritme, Bukan Memuja Maraton

Bagaimana keluar dari kungkungan deadline agresif tanpa melupakan realitas pasar yang gesit?

  1. Estimasi berbasis data historis -- Bukan tebakan meja rapat.  Gunakan story point velocity faktual, model ekonometrik, atau simulasi Monte Carlo.

  2. Cadangan waktu (buffer) eksplisit -- Tuliskan 15% waktu khusus remediasi.  Jika tak terpakai, jadikan ruang inovasi.

  3. Sprint bernapas -- Sisipkan cooldown sprint setiap empat iterasi: fokus refactor, dokumentasi, dan pembayaran technical debt.

  4. Crossfunctional review awal -- Libatkan QA dan DevOps saat perencanaan, bukan ketika api sudah berkobar.

  5. Transparansi biaya lembur -- Tampilkan laporan rupiah lembur di papan tim.  Angka konkret menghambat budaya 'pahlawan malam'.

Renungan untuk Praktisi & Pembelajar

  • Deadline itu kontrak sosial, bukan cambuk.  Jika semua pihak memahami harga sebenarnya, negosiasi akan lebih waras.

  • Kualitas adalah tabungan masa depan.  Menunda uji setara menunda bayar premi asuransi: kelihatannya menghemat, namun menanggung risiko rugi besar.

  • Kecepatan Tergesa.  Kecepatan sehat lahir dari proses yang stabil, otomatisasi, dan tim yang utuh, bukan dari kopi litran.

  • Ekonomi bukan musuh kreativitas.  Justru dengan angka di tangan, kita bebas bereksperimen tanpa menebar kerugian terselubung.

Mari Menggeser Paradigma

Tekanan waktu akan selalu ada---pasar tak menunggu, rival terus berinovasi.  Namun time pressure tidak harus menjelma monster.  Ia bisa diatur seperti metronom, menjaga tempo agar simfoni proyek tetap merdu.  Kuncinya: kalkulasi jernih, komunikasi terbuka, dan keberanian berkata "cukup" saat jadwal mulai merobek kualitas. Jika kita gagal menghitung, proyek akan menghitung kita.  Dan angka, seperti biasa, tidak mengenal belas kasihan.

Referensi

Kuutila, M., Palomba, F., Mntyl, M. V., & Abrahamsson, P. (2020). Time pressure in software engineering: A systematic review. Information and Software Technology, 121, 106257. https://doi.org/10.1016/j.infsof.2020.106257

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun