Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tidak, Kerja Berlebihan Tidak Membuat Kita Lebih Produktif

26 Februari 2025   10:16 Diperbarui: 26 Februari 2025   11:09 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah titik di mana saya seharusnya berhenti menulis. Jika terus dipaksakan, saya bisa mencapai tahap burnout.

Burnout berbeda dengan kelelahan biasa (exhaustion), meskipun keduanya memiliki keterkaitan. Exhaustion berarti mencapai titik di mana kita tidak bisa melangkah lebih jauh; burnout berarti mencapai titik tersebut dan mendorong diri sendiri untuk terus maju, baik berjam-jam, berhari-hari, atau bahkan bertahun-tahun.

Dengan kata lain, burnout terjadi ketika kita telah menghabiskan semua sumber daya internal kita, tetapi tidak bisa membebaskan diri kita dari dorongan aneh untuk terus bekerja. Orang yang mengalaminya bukan hanya kelelahan; mereka juga tersiksa oleh kerinduan yang tidak terpenuhi akan selesainya pekerjaan mereka.

Selalu ada tuntutan atau kecemasan yang tidak bisa diredam.

Keputusan yang bodoh dan tidak logis merupakan beberapa gejala burnout. Jadi, jika Anda menemukan seseorang yang buruk dalam bekerja, mungkin saja dia bukannya tidak tahu bagaimana caranya untuk bekerja, tetapi karena dia terlalu banyak bekerja (terutama apabila kondisi finansialnya tidak menentu).

Ubah satu, ubah semuanya

Resep yang paling banyak dianjurkan untuk mengatasi burnout adalah perawatan diri (self-care). Pergilah jogging sore! Gunakan aplikasi meditasi Anda! Dapatkan jasa pijat terbaik! Masalah dengan usulan-usulan ini adalah mengasumsikan burnout sebagai sesuau yang bisa diatasi dengan semacam "life hacks".

Faktanya, sebagian besar dari "perawatan diri" bukanlah perawatan sama sekali. Itu adalah industri bernilai triliunan yang tujuan akhirnya bukan untuk mengurangi siklus kelelahan, tetapi untuk menyediakan sarana pengoptimalan diri lebih lanjut. Dengan kata lain, alih-alih solusi, itu sama-sama melelahkan.

Saya percaya bahwa burnout merupakan fenomena struktural dan kultural. Ini telah menjadi kondisi default generasi kita. Maka solusi-solusi individual seperti pergi berlibur, meditasi, menulis jurnal harian, atau membaca buku tentang "cara bersikap bodo amat" mungkin dapat membantu, tetapi sama sekali tidak cukup.

Jika hal-hal itu membuat Anda rileks, tanpa adanya perubahan struktural dan kultural, Anda hanya akan mendapati diri Anda mengalami burnout lagi tidak lama kemudian. Demikianlah, kita membutuhkan perubahan paradigma, dan itu bisa dimulai dengan kesadaran bahwa produktivitas tidak datang dari kelelahan.

Jika Anda punya tanaman di dalam pot dengan tanah gersang dan tidak memberinya cukup air dan sinar matahari, sebagus apa pun tanaman itu pada awalnya, dia tidak akan tumbuh dengan baik. Dengan cara yang sama, tanpa struktur dan budaya kerja yang manusiawi, Anda tidak akan berkembang dengan baik.

Kita semua tidak akan tumbuh dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun