Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

9 Alasan Mengapa Hidup Kita Terasa Rumit

25 Agustus 2021   17:16 Diperbarui: 19 Juni 2022   00:40 2162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mungkin masalahnya bukan kehidupan, tapi kitalah yang membuatnya rumit | Ilustrasi oleh Engin Akyurt via Pixabay

Menjadi sederhana adalah hal yang paling rumit saat ini. Dunia senantiasa berubah dan realitas itu sendiri menjadi semakin kompleks. Kita (nyaris) tidak memiliki kendali atas dinamika tersebut.

Dan saya pikir tidaklah mengherankan, sebab hidup itu sendiri adalah serba kemungkinan. Ketidakpastian merajalela dan semua orang mencemaskannya. Perkembangan teknologi tidak berhenti dan mungkin tidak akan pernah berhenti selama manusia bisa berinovasi.

Entah untung atau buntung, tidak ada yang tahu bagaimana kecanggihan teknologi akan memengaruhi masa depan kita. Dan secara paradoksal, semakin mudah kehidupan kita yang ditopang oleh kecanggihan teknologi, semakin banyak pula keperluan yang harus kita penuhi.

Itu seperti perpaduan antara kemudahan dan kesulitan. Dan saya pikir memang begitulah kehidupan (saat ini).

Belum lagi pandemi yang seolah-olah tidak akan pernah selesai. Kita seperti dipermainkan oleh seruan "1 minggu lagi" hingga semua ini telah berlangsung selama berbulan-bulan, dan mungkin akan lebih lama lagi tanpa bisa diprediksi.

Kita semua merasakan kerumitan yang semakin sulit dikendalikan soal kehidupan. Namun, inilah saatnya untuk mengambil jeda, merenung, dan rileks di tengah kepanikan global. Jika kita terus-menerus terlampau sibuk, kita tidak akan pernah berpikir jernih.

Jadi, jika Anda merasa hidup ini terlalu rumit dan tidak terkendali, barangkali saya dapat membantu Anda lewat beberapa alasan yang saya ketahui dapat menghambat kita untuk menjalani kehidupan yang lebih sederhana.

1. Berfokus pada kompleksitas kehidupan

Alasan ini terdengar tidak masuk akal, tetapi demikianlah adanya. Beberapa dari kita melakukan ini secara otomatis, dan karenanya nyaris tidak disadari. Seperti yang dikatakan Konfusius, "Hidup ini sederhana, tetapi kita membuatnya begitu rumit."

Hal-hal sederhana sering disepelekan. Orang lebih senang solusi yang kompleks untuk memecahkan permasalahan mereka, dan menganggap itu lebih banyak menjawab persoalan. Tetapi kenyataannya, kita menyerah pada bias kompleksitas.

Adalah kehendak kita sendiri untuk terlalu fokus pada 10% hal-hal rumit dan mengabaikan 90% hal-hal sederhana.

Begitu banyak di antara kita yang menjalani kehidupan seolah-olah tujuan hidup kita adalah menyelesaikan daftar tugas yang begitu panjang dan mesti kita capai, tetapi saya ingin mengingatkan Anda bahwa daftar tugas Anda tidak akan pernah kosong atau terselesaikan.

Saya merasa bila saya mengingatkan diri saya bahwa tujuan hidup ini bukanlah untuk menyelesaikan semua tugas tetapi untuk menikmati setiap langkah dalam perjalanan hidup kita, saya akan jauh lebih mudah untuk mengendalikan obsesi saya.

Ketika kita meninggal nanti, selalu masih akan ada urusan yang belum selesai atau daftar tugas yang belum dicentang. Dan tahukah Anda? Orang lainlah yang akan menyelesaikannya. Tongkat peradaban selalu beralih tangan, bukan?

Dalam kata-kata Richard Carlson, "Jangan membuang-buang waktu berharga Anda dengan menyesali hal yang tak terhindarkan."

2. Menyangkal emosi atau pengalaman "negatif"

Banyak orang merasa tertekan untuk selalu menjalani kehidupan yang "positif", bahwa segala hal harus berjalan baik dan respons kita pun mesti sedemikian baik pada dunia. Keluhan utama dalam menjadi orang ramah setiap waktu adalah rasa letih yang tidak terobati.

Dan jika manusia memang diciptakan dengan segala emosi negatifnya, maka tidak selayaknya kita menyangkal semua itu atas nama kebaikan. Paradoksnya, jika setiap orang bertingkah baik di dunia ini, maka tidak seorang pun dari kita yang benar-benar baik.

Begitu pula dengan pengalaman yang kita konotasikan secara negatif, kenyataannya pengalaman semacam itulah yang mewarnai hidup kita sepanjang waktu. Jika kita menolak atau anti terhadapnya, kita tidak akan pernah benar-benar menikmati kehidupan.

Orang yang menyangkal perasaan marah atau sedih dalam dirinya tidak akan pernah sepenuhnya merasa bahagia, meskipun secara sekilas mereka selalu tersenyum pada semua orang.

Dan mereka yang menghindari penderitaan atau kegagalan di tengah dunia yang memang dipenuhi oleh pengalaman semacam itu, saya ragu mereka akan menikmati kehidupannya.

Kita bisa meluapkan emosi negatif kita secara tepat tanpa harus menyangkalnya demi berperilaku ramah. Bagaimanapun juga, semua perasaan yang ingin kita hilangkan itu adalah bagian dari diri kita yang tak bisa diabaikan.

Jika Anda memiliki iblis dalam diri Anda (dan memang semua orang memilikinya), satu-satunya cara untuk mengatasinya bukanlah dengan menghindarinya atau mengusirnya, tapi kendalikanlah dia hingga Anda sendiri adalah majikannya.

Sebab dalam beberapa hal, dia membantu kita untuk lebih mengenali diri sendiri.

3. Mencoba mengendalikan segalanya dalam hidup

Kita bukan Tuhan yang bisa mengendalikan segalanya. Dan saya pikir, itu saja seharusnya sudah cukup untuk membuat kita berhenti berupaya mengendalikan segalanya dalam kehidupan kita.

Kita hidup di dunia yang semakin kompleks dan sangat sulit untuk menemukan jawaban atas tantangan yang kita hadapi. Kita semua takut dan berpura-pura bahwa dunia ini punya banyak kepastian sehingga kita bisa mengendalikannya sejauh yang kita bisa.

Tapi, tidak; kehidupan adalah tentang ketidakpastian. Hidup adalah labirin raksasa yang acapkali membuat Anda terjebak di jalan buntu, tetapi itu tidak apa-apa karena memang itulah permainannya.

Banyak hal yang bagaimanapun juga tidak akan pernah bisa kita kendalikan. Hanya saja, karena kita terlalu takut dengan ketidakpastian yang disajikan dunia untuk kita, maka kita pun berusaha mengendalikan segalanya seolah-olah kita punya sepercik kekuatan Ilahi.

Dan tentu tidak; kita tidak akan pernah bisa mengendalikan segalanya. Hal yang harus kita perhatikan kembali adalah, beberapa masalah dalam hidup kita memang sebaiknya dibiarkan mengalir secara apa adanya tanpa harus kita intervensi.

4. Menunggu momen besar untuk bisa berbahagia

Hidup akan semakin terasa rumit jika seluruh waktu kita di sini hanya diisi oleh penantian kemenangan besar. Apalagi atas alasan itulah kita menunda kebahagiaan. Kenyataannya, tidak setiap orang merasakan kemenangan besar dalam hidupnya, dan lalu bagaimana?

Kebahagiaan bukanlah balon yang akan meledak ketika Anda meniupnya hingga batas maksimal. Anda tidak perlu menunggu "ledakan" semacam itu untuk menjadi bahagia.

Kapan pun kita menginginkannya dan melakukannya, semesta selalu berkonspirasi untuk kebahagiaan kita. Dan itu berarti, tidaklah masalah untuk merayakan setiap kemenangan kecil yang kita capai karena memang itulah hal-hal yang selalu kita miliki.

5. Mendramatisasi realitas

Salah satu pengaruh buruk film adalah mendistorsikan realitas kita yang sesungguhnya. Kebanyakan dari kita menyamaratakan dunia nyata dengan dunia film, tetapi mereka mungkin tidak ingat bahwa film selalu melebih-lebihkan realitas demi menghibur penonton.

Alasan mengapa film dokumenter kurang diminati daripada film jenis lain adalah karena semua orang lebih suka dramatisasi yang melebih-lebihkan realitas kita sehari-hari sehingga apa yang kita tonton dapat menyentuh relung terdalam hati kita.

Dan itu bagus apabila dipergunakan sebagai hiburan semata, atau selebihnya sebagai petunjuk moralitas. Tetapi menjadi buruk ketika drama-drama itu kita bawa ke permasalahan kita sehari-hari, sehingga persoalan sepele pun akan terkesan sangat rumit.

Barangkali kita memang sangat suka mendramatisasi keadaan. Salah satu alasan yang mungkin tidak pernah terpikirkan adalah, kita menjadi punya alasan yang rasional untuk mengeluh pada Tuhan atas kerumitan hidup kita.

Tetapi kita bukanlah korban kemalangan takdir. Kitalah yang menganggapnya demikian. Jika kita benar-benar melihat kehidupan ini dengan sudut pandang yang sederhana, kita akan menyadari bahwa hidup memang demikian adanya.

6. Selalu mengiyakan segala hal

Kita benci penolakan, dan karenanya kita ingin mengiyakan segala hal dalam hidup ini. Sebagian orang merasa tidak tega kalau harus menolak sesuatu dari orang lain. Yang lainnya lagi merasa tidak ingin melewatkan sesuatu pun di dunia ini.

Barangkali kita berpikir bahwa seandainya kita berkata "tidak" pada sesuatu, kita akan melewatkan hal berharga. Kita tidak ingin mengecewakan orang lain. Kita ingin memuaskan orang-orang di sekitar kita dengan keramahan yang berusaha kita tampilkan.

Tetapi percayalah, kita memang selalu melewatkan sesuatu. Bukan berarti kita mengabaikan hal-hal berharga, justru apa yang kita jalani itulah yang benar-benar berharga.

Saya bisa mengibaratkannya seperti sedang berkendara. Melaju itu sungguh bagus, tetapi kita tetap membutuhkan pedal rem sesekali. Jika kita mengabaikan pedal remnya, kita akan sangat kesulitan untuk mengendalikan mobil kita ke arah tujuan.

Tidak apa-apa untuk berkata "tidak" pada beberapa hal. Jika kita ingin hidup yang bermakna, kita harus memilih medan juang kita dan membatasi diri hingga waktu tertentu. Hidup akan amat-sangat rumit dan melelahkan bila kita selalu "membuka pintu pada semua tamu".

7. Hidup kita disetir oleh penilaian orang lain

Poin ini akan saya lukiskan lewat nasihat Nasruddin Hoja kepada putranya dalam salah satu anekdotnya.

Singkat cerita, Nasruddin bertutur, "Nanti setelah kamu memiliki keledai, jangan pernah mencukur bulu ekornya di depan orang lain! Beberapa akan berkata kamu memotongnya terlalu banyak, sementara yang lain berkata kamu memotongnya terlalu sedikit.

"Jika kamu ingin menyenangkan semua orang, pada akhirnya keledaimu tidak akan memiliki ekor sama sekali." Dan ya, menyenangkan semua orang itu memang suatu kemustahilan dan sangat melelahkan. 

Kita semua tahu itu, tapi kita tetap terjerumus ke sana.

8. Berusaha menjadi sempurna sepanjang waktu

Saya tidak pernah menjumpai seorang perfeksionis yang menjalani hidupnya dengan tenang. Barangkali kemungkinannya ada dua: kita mengharapkan kesempurnaan di dunia yang tidak sempurna, atau semua ini memang sudah berjalan sempurna.

Permasalahannya terletak pada definisi kita tentang "sempurna" itu sendiri. Jika kita mendefinisikan sempurna sebagai "tanpa celah atau keburukan", maka pengharapan akan kesempurnaan di dunia ini adalah sesuatu yang melelahkan.

Lagi-lagi paradoksnya adalah, tidak akan ada sesuatu yang disebut kebaikan tanpa adanya sesuatu yang disebut kejahatan. Kesempurnaan adalah mustahil tanpa adanya sesuatu yang disebut kecacatan.

Atau kita bayangkan bahwa "sempurna" itu ada dalam konteks puzzle. Perhatikan baik-baik bahwa sebuah puzzle dapat dikatakan "sempurna" jika semua bagian atau setiap keping dari puzzle tersebut berhasil saling melengkapi satu sama lain.

Dan bagaimana jika dunia ini kita ibaratkan seperti puzzle yang saling melengkapi antar kepingnya? Maka jelaslah bahwa kehidupan kita memang "sudah sempurna secara apa adanya".

9. Terikat oleh waktu

Memiliki tenggat waktu itu amatlah membantu, tetapi akan merumitkan hidup kita seandainya kita tidak bisa fleksibel terhadapnya. Jika kita terlalu kaku, kita akan sering merasa kecewa terhadap diri sendiri, dan itu melelahkan.

Satu-satunya tenggat waktu yang selalu mengejar kita adalah kematian. Tetapi bukan berarti kematian harus kita khawatirkan sepanjang waktu. Kita bisa memikirkannya sesekali sebagai pengingat bahwa suatu hari kita akan pergi, maka tidak boleh ada kesia-siaan lagi.

Dan karena kita tidak tahu kapan waktu kita akan habis, kita bisa menikmati apa pun yang kita punya saat ini juga ... sebelum semuanya hangus tanpa pernah kita nikmati sedikit pun.

Dalam kata-kata Marty Rubin, "Jika Anda menerima hidup sepenuhnya dengan segala ambiguitasnya, itu tidak rumit; itu hanya rumit jika Anda tidak menerimanya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun