Pihak otoritas juga besar kemungkinan lemah dalam hal mendiagnosis. Sudah umum terjadi bahwa sistem pendidikan yang berlaku hanyalah manifestasi dari teori-teori di buku-buku usang.
Dan bocoran, pada tahun 1969, Carl Rogers dalam bukunya yang berjudul "Freedom to Learn" telah menggemakan upaya kemerdekaan dalam belajar.
Memang, ini bisa jadi tetap relevan untuk diterapkan. Tapi, apakah detail setiap kebijakan merupakan hasil dari diagnosis yang mendalam? Kita masih harus meragukan hal tersebut.
Untuk kicauan terakhir, dapatkah kita menyalahkan para orang tua? Saya tidak tahu, tapi barangkali Anda tahu. Dan saya pun cukup sulit untuk menghakimi para peserta didik.
Mengapa?
Karena mereka dibentuk oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab atasnya.
Apa yang dapat kita lakukan?
Saya menemukan satu jurus jitu dalam menghidupkan gerakan "Merdeka Belajar". Upaya ini bahkan bisa terwujud tanpa memedulikan kebijakan apa yang diberlakukan. Jerih payah ini hanya memerlukan kemauan dari setiap pihak.
Sesederhana itu.
Dan tentu saja, maksud saya adalah menghidupkan rasa ingin tahu.
Peserta didik perlu menghidupkan rasa ingin tahu untuk bisa belajar banyak hal, bahkan tanpa menunggu seruan dari otoritas. Dan rasa ingin tahu yang membara dapat mengalahkan rasa candu layaknya singa yang rindu pada makanannya.
Pendidik perlu mempertanyakan apa yang tidak efektif dari cara mengajarnya. Kemudian apa strategi pembelajaran yang cocok untuk muridnya, bagaimana esensi dari Merdeka Belajar bagi muridnya, sejauh mana kepedulian mereka terhadap perkembangan muridnya; semua itu dibangun oleh rasa ingin tahu.