Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar: Pendidikan yang (Belum) Membebaskan

2 Mei 2021   02:30 Diperbarui: 2 Mei 2021   02:50 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari pendidikan nasional di masa pandemi dapat menjadi cermin bagi kita untuk mengevaluasi gerakan Merdeka Belajar | Ilustrasi oleh Moh. Syafii via Kompas.com

Dan mirisnya, perbaikan dalam satu dimensi berarti pengorbanan dalam dimensi lain. Dibukanya pasar-pasar dan tempat wisata menjadi biang kerok dari ditutupnya sekolah-sekolah. Daruratnya penanganan di dunia medis berimbas pada melembeknya anggaran pendidikan.

Semua pihak merasakan dampaknya, entah itu peserta didik, pendidik, orang tua, bahkan pihak otoritas. Jika ada pepatah mengatakan, "Susah dan senang harus bersama," ya, kita sedang melakukannya.

Ini tak menunjukkan hal lain kecuali adanya ketidakberdayaan menghadapi kepelikan suatu sistem yang telah sedemikian mapan, tapi sekaligus juga demi menjaga identitas dan gengsi nama besar.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari bantuan paket internet, perluasan media pembelajaran, penyediaan sarana komunikasi guru dan murid; hal yang perlu digarisbawahi adalah, tragedi mengerikan ini bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat.

Selain harus beradaptasi, kita juga berhadapan dengan banyak setan yang mengalihkan perhatian.

Merdeka Belajar VS Merdeka Bermedia Sosial

Ada terlalu banyak kebebasan di dunia ini. Tidak peduli seberapa banyak peraturan yang diberlakukan, setiap individu tetap memiliki pilihan untuk menaatinya atau justru melanggarnya.

Di masa pandemi ini, Merdeka Belajar, secara konseptual, seharusnya dapat menjadi angin segar bagi wajah pendidikan kita. Namun, angin yang berhembus juga dibarengi dengan duri-duri kaktus.

Kemerdekaan dalam belajar bukanlah satu-satunya kemerdekaan yang berlaku. Di tengah berjayanya "Kerajaan Media Sosial", setiap individu juga diberikan kebebasan untuk mengakses media sosial.

Jadi, mana yang berhasil mengalihkan perhatian kita?

Saya akan memulai pertarungan dengan sebuah pertanyaan: mengapa statistik mengagumkan dari pendidikan nasional juga beriringan dengan kemerosotan moral remaja kita?

Kita tahu bahwa akses untuk masuk sekolah semakin terbuka. Gedung-gedung sekolah semakin megah. Bantuan dana pendidikan semakin diperhatikan. Tingkat buta huruf semakin ditekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun