Mohon tunggu...
Muhamad Devasso Azzura Adam
Muhamad Devasso Azzura Adam Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat

Sering memikirkan apa yang tidak seharusnya dipikirkan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemikiran Kautilya dan Kaitannya dengan Siasat Politik Luar Negeri Indonesia

3 Desember 2021   19:50 Diperbarui: 18 Desember 2021   00:44 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijakan politik luar negeri bebas aktif masih relevan hingga kini. Pasca reformasi, politik luar negeri Indonesia dengan percaya diri mengedepankan diplomasi dan kerjasama. 

Indonesia juga aktif berkontribusi menyelesaikan sengketa-sengketa di negara lain sebagai bentuk usaha menggapai cita-citanya; ketertiban dunia. Indonesia bebas menentukan sikap atas masalah internasional tanpa dipengaruhi oleh kutub-kutub kekuatan dunia. 

Samdhi, Yana, Samsraya menjelaskan kebijakan Indonesia saat ini dalam melakukan hubungan dengan negara lain. Strategi kerjasama ini diupayakan untuk mempertahankan keamanan tingkat nasional, regional, serta global.

Sikap Vigraha tampaknya kurang cocok disandingkan dengan kebijakan luar negeri Indonesia di Era Presiden Jokowi. Indonesia justru aktif melaksanakan kemitraan strategis dengan negara lain sehingga sikap antagonis tidak diperlukan. Namun, posisi Indonesia kini mendapat tekanan dari kekuatan besar Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan. 

Jika dibandingkan dengan kekuatan militer Tiongkok, Indonesia sulit bersikap antagonis. 

Sebaliknya, Tiongkoklah yang bersikap asertif pada negara-negara Asia Tenggara. Jalan yang ditempuh Indonesia dalam kasus ini relevan dengan konsep Dvaidhibhava, yaitu melakukan kerjasama di antara negara-negara Asia Tenggara dengan latihan militer bersama di sekitar wilayah sengketa. 

Tindakan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi keputusan Tiongkok dalam klaim sembilan garis putus-putusnya yang overlap dengan laut negara-negara ASEAN.

Kekuatan Indonesia yang tidak lebih kuat dari Tiongkok memungkinkan Indonesia untuk membujuk Tiongkok agar tidak mengganggu kedaulatannya dibanding melakukan strategi perlawanan asertif. 

Strategi defensif dalam hal seperti ini pantas dilakukan dibanding menanggung biaya dan resiko lebih besar bagi negara. Kautilya berpesan agar kekuatan lemah senantiasa menjalin pertemanan dengan kekuatan yang lebih kuat.

Penutup

Pemikiran Kautilya tentang politik masih relevan untuk dipelajari dalam kajian strategi. Arthasastra menyediakan unsur-unsur yang harus dimiliki negara terlepas dari lemah atau kuatnya negara tersebut. Bagi Indonesia, kebijakan politiknya dengan negara lain menunjukkan nuansa konfliktual hingga koperatif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun