Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agama, Kekerasan, dan Jihad

11 Mei 2018   21:00 Diperbarui: 11 Mei 2018   21:10 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.quora.com (John Lennon: Imagine)

Imagine there's no countries

It isn't hard to do

Nothing to kill or die for

And no religion too

Peristiwa berdarah di Mako Brimob beberapa waktu lalu kiranya menjadi peringatan bagi kita akan bahaya terorisme. Jangankan para teroris yang bebas di luar sana. Di dalam tahanan saja mereka bisa melakukan aksi teror dan pembantaian. Insiden ini tentu saja dimotori oleh mereka yang terpidana atau terdakwa dalam kasus tindak terorisme, yang kebanyakan berbaju jihadis. Hal setidaknya bisa kita simak melalui rekaman saat insiden, di mana kalimah takbir menggema dalam beberapa aksi "sadis" mereka. Sebelumnya, fenomena bom bunuh diri masih saja marak terjadi beberapa tahun terakhir ini.

Selama ini, fenomena bom bunuh diri selalu terkait dengan pemahaman keagamaan tentang jihad. Jihad senantiasa menjadi motif para "pengantin" untuk mengamalkan iman dan keberagamaannya ke ranah praktis. Dengan iming-iming surga, para pengantin selalu rela menyerahkan nyawa demi keyakinan suci ini.

 Realitas para pengantin yang sebagian adalah anak muda dan remaja, menguatkan bahwa cuci otak (brain washing) itu bermain. Anak muda yang sedang bergelut dengan jati diri dan nilai keagamaannya, akan mudah dimanfaatkan oleh jejaring teroris yang berlindung di balik kedok agama. Dan tentu saja kurangnya pemahaman keagamaan menjadi pintu masuk untuk melakukan cuci otak.

Orang Pintar Baru

Dalam sebuah dialog di salah satu stasiun TV, KH Musthofa Bisri atau yang akrab di sapa Gusmus menyatakan kegelisahannya fenomena orang pintar baru (OPB). OPB ini mempunyai pola pemahaman yang sedikit, namun merasa sudah menguasai semuanya tentang agama. Ibarat berlatih bela diri, jika pada level awal pasti sudah merasa hebat, semua orang ditantang untuk berkelahi. 

Sama halnya dengan OPB ini, semua pertanyaan tentang agama selalu bisa dia jawab. Semua pembicaraan selalu diarahkan pada al-Qur'an dan Hadits. Sampai di sini mungkin tidak ada masalah. Namun pemahaman ini berimplikasi pada pola menganggap diri sendiri benar dan menyalahkan orang lain. Gejala takfiri (mengkafirkan orang lain), menyesatkan dan membid'ahkan perilaku orang lain yang dianggap tidak sesuai dengan "kebenaran" miliknya, saat ini merebak di dunia maya dan media sosial.

Muara dari pola keberagamaan ini adalah pemahaman tentang jihad yang dipahami secara dangkal. Memang benar, dalam Islam terdapat konsepsi jihad yang ditempatkan sebagai amalan yang sangat tinggi dan mulia. Jihad sesuai dengan namanya, adalah upaya bersungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran agama. Pada masa permulaan, jihad memang sangat dekat dengan perang. 

Hal ini dilatarbelakangi oleh setting sosial masyarakat serta misi kenabian awal. Namun nilai universal jihad kemudian mengalami perluasan makna. Jihad, sebagaimana digambarkan dalam salah satu hadits adalah perang melawan hawa nafsu. Hal ini dikuatkan oleh Rasululah ketika selesai perang Badar, beliau menyatakan "Kita baru saja pulang dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar". 

Sahabat yang heran lalu menanyakan, apakah jihad besar tersebut. Dengan bijak, Rasul menjawab bahwa jihad terbesar adalah jihad memerangi hawa nafsu. Perang badar yang dasyat, dengan perbandingan 1 melawan 3 orang ini ditanggap sebagai perang kecil, masih kalah dengan perang mengendalikan nafsu.  

Konsepsi jihad harus dimaknai secara universal. Jihad tidak hanya terpaku pada perang, apalagi dengan aksi kekerasan dan merusak. Bom jihad adalah bukti gagal paham tentang jihad yang sesungguhnya. Karena Islam melalui visinya adalah membangun peradaban kasih sayang untuk semesta, maka sudah barang pasti aksi jihad tidak boleh bertentangan dengan misi utama Islam tersebut. Islam adalah agama yang hanafiah al-samhah, agama yang lentur dan toleran. Bukan agama yang kaku, yang berasas "pokoke", bukan pula agama fasis yang tidak mau mengakui entitas agama dan komunitas lain. Islam sesuai namanya adalah keselamatan, kedamaian bukan hanya bagi pemeluknya, namun bagi semesta alam.

Di atas semua itu, kita yakin bahwa fenomena orang pintar baru ini tidak lah banyak di Indonesia. Islam di Indonesia adalah Islam yang damai dan toleran. Muslimnya adalah muslim yang arif dan bijak. Jikalau ada sebagaian orang yang melakukan aksi kekerasan dengan mengatas namakan agama, itu hanya segelintir orang saja yang sifatnya letupan kecil. Jihadnya orang Islam di Indonesia adalah bagaimana membangun harmoni dan kedamaian di tengah keberagamaan. Karena yang harus kita perangi bukanlah orang lain, namun nafsu yang ada pada diri kita sendiri.  

Agama, jika tidak dipahami secara komprehensif, akan selalu memproduksi kekerasan. Dan jika ini terjadi, maka kekhawatiran John Lennon dalam lirik lagu Imagine di atas, benar-benar terjadi. Seandainya tidak ada agama (dan negara), maka tidak ada pembunuhan dan yang terbunuh. Benarkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun