Mohon tunggu...
M Topan Ketaren
M Topan Ketaren Mohon Tunggu... Konsultan Perkebunan (Advisor) at PalmCo Indonesia

Manajer senior dengan pengalaman 31 tahun di industri perkebunan. Bekerja dengan berorientasi pada detail dan pengembangan industri perkebunan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Dilema Perkebunan Sawit - Antara Kemakmuran dan Kelestarian Lingkungan

25 Juni 2025   23:40 Diperbarui: 25 Juni 2025   23:40 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Transparansi dalam Perusahaan | Sumber: Gemini AI

Dalam lebih dari 30 tahun saya terlibat di dunia perkebunan, khususnya kelapa sawit, saya telah menyaksikan sendiri betapa besar pengaruh industri ini terhadap perekonomian nasional. Namun di sisi lain, saya juga tidak bisa memungkiri bahwa perkebunan sawit berada di persimpangan jalan yang rumit: antara menjadi motor penggerak kemakmuran dan menjadi tersangka utama dalam kerusakan lingkungan.

Sebagai seorang profesional lapangan, saya tidak ingin berpihak buta pada satu sisi. Saya justru ingin mengajak semua pihak melihat persoalan ini dengan lebih jernih, objektif, dan berani. Karena masa depan industri sawit Indonesia sangat ditentukan oleh bagaimana kita menjawab dilema besar ini secara bijak dan terukur.

Industri Sawit sebagai Fondasi Ekonomi Rakyat dan Negara

Mari kita bicara angka terlebih dahulu. Hingga saat ini, industri kelapa sawit menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia dari sektor non-migas. Ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya mencapai puluhan miliar dolar AS setiap tahunnya. Bukan hanya itu, sektor ini juga menjadi sumber mata pencaharian bagi lebih dari 16 juta orang, baik langsung maupun tidak langsung.

Saya sendiri pernah memimpin unit-unit perkebunan yang melibatkan ribuan tenaga kerja dari masyarakat lokal. Dari petani plasma, sopir angkut TBS, mekanik alat berat, hingga pedagang kecil di sekitar lokasi kebun---semuanya bergantung pada denyut industri sawit. Dalam beberapa hal, dengan adanya perkebunan sawit, pusat perekonomian baru telah hadir dari kawasan yang tertinggal.

Jadi ketika orang bertanya, "Apakah sawit membawa kemakmuran?", saya dengan yakin menjawab: ya, dalam banyak hal, sawit adalah penyelamat ekonomi desa.

Namun, Lingkungan Juga Membayar Harga yang Tidak Kecil

Tapi tentu saja, narasi kemakmuran ini bukan tanpa catatan. Saya juga menyaksikan bagaimana beberapa praktik buruk dalam pembukaan lahan sawit---terutama yang tidak mengikuti prinsip keberlanjutan---telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Deforestasi, hilangnya habitat satwa, pencemaran air, hingga konflik agraria adalah dampak nyata yang terjadi di beberapa wilayah.

Saya pernah terlibat dalam proses audit lingkungan di sebuah unit kerja yang mengalami tekanan publik akibat isu deforestasi. Ketika ditelusuri, banyak pelanggaran terjadi bukan karena niat jahat, tetapi karena lemahnya sistem pengawasan dan kurangnya kapasitas sumber daya manusia dalam menjalankan prinsip-prinsip keberlanjutan.

Inilah dilema yang saya maksud: di satu sisi, sawit adalah harapan ekonomi; di sisi lain, sawit bisa menjadi ancaman ekologis jika tidak dikelola dengan benar.

Sertifikasi dan Standar Keberlanjutan -- Apakah Cukup?

Untuk menjawab kritik internasional, industri sawit telah mengadopsi berbagai sistem sertifikasi seperti RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), dan ISO 14001. Saya sendiri terlibat dalam proses implementasi standar-standar ini di beberapa kebun yang saya pimpin.

Namun, saya ingin menekankan bahwa sertifikasi bukan jaminan mutlak. Dalam banyak kasus, sertifikasi bisa menjadi sekadar formalitas jika tidak dibarengi dengan perubahan budaya kerja dan komitmen dari manajemen atas hingga pekerja lapangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun