Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Poltak #104] Hari-Hari Terakhir di Sekolah

13 Juli 2023   15:40 Diperbarui: 13 Juli 2023   15:42 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase oleh FT (Foto: Dok. Istimewa/kompas.com)

Di mata murid-murid SD Hutabolon, Guru Gayus itu semacam tuhan yang kasat mata.  Sebab dia bisa mengetahui apa yang tak dilihat atau didengarnya. Seakan di tengkuknya ada sepasang mata gaib, dan kedua punggung telapak tangannya terdapat telinga transparan.

"Poltak.  Kau bisa semua ulangannya, kan?"  tanya Berta selepas ujian vak terakhir, Bahasa Indonesia, pada hari Jumat.

"Bisalah kujawab semua, Berta. Tapi pasti tak benar semua."

"Pasti lebih banyak jawaban yang benar, kan?"

"Kuharap begitu. Kau juga kuharap begitu, Berta."

Keduanya bertukar senyum.  Sekalian berbagi harapan, semoga sama-sama lulus Sekolah Dasar. 


Tak hanya Poltak dan Berta yang berharap begitu. Tapi juga Binsar dan Bistok, teman karib Poltak dari Panatapan;  Adian, Dinar, Jonder, dan  Togu dari Sorpea; Alogo, Gomgom, dan Tiur, teman-teman Berta dari Binanga;  Jojor, Marolop, dan Nalom dari Hutabolon; serta Poibe, Risma, dan Saur dari Portibi.

Semua murid kelas enam berharap lulus sekolah dasar. Enam tahun belajar terus-menerus sudah terlalu lama bagi mereka. Mulai jenuh. Jangan sampai tujuh tahunlah seperti Binsar, Bistok, dan Poibe.

Senin 10 Desember 1973, tibalah hari pengumuman kelulusan sekolah.  Itulah momen yang paling dinanti murid kelas enam SD Hutabolon.  .

Pagi hari di depan barisan murid kelas satu sampai enam, Guru Henok, Kepala Sekolah berdiri sambil menebar senyum kepada seluruh murid.  Sebuah kejutan, Pak Rapolo, Penilik Sekolah berdiri di sampingnya, dengan senyum lebar di bibir.

Senyum Pak Rapolo pagi itu terlihat tulus.  Bukan senyum sinis bercampur licik seperti tahun lalu, waktu dia menguji murid-murid kelas lima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun