Menurut Poltak, mengejar hatohor, burung ayam-ayaman, di sawah berlumpur  akan mendongkrak tenaga dan kecepatan lari Binsar.Â
Di bulan Agustus, sawah di Panatapan masih diberakan, seusai panen. Â Tunas-tunas padi tumbuh menghijau dari batang bawah rumpun padi yang telah disabit. Itu baik untuk pakan kerbau. Juga baik sebagai habitat hatohor.
"Binsar! Kejar!" Poltak berteriak saat seekor hatohor terbang rendah setelah digebyah. Binsar langsung lari mengejar, menerabas lumpur sawah dan melompati pematang.
Begitu terjadi berulang-kali. Â Dalam banyak pengejaran, Binsar gagal. Â Beberapa kali, nyaris berhasil. Hanya dua kali berhasil menangkap hatohor. Â
"Sudah hebat kalilah itu, Binsar. Â Bukan hatohornya yang penting. Tapi peningkatan kecepatan larimu," kata Poltak puas.
Tapi Poltak agak ragu pada Tiur. Â Di bawah arahan Alogo dan Berta, latihan Tiur menurut Poltak kurang keras. Â Hanya lari sejauh satu kilometer tiap pagi, dari lembah Binanga sampai ke sekolah. Â Itu bagus untuk meningkatkan kekuatan, bukan kecepatan.
"Tim tarik tambang! Siap, ya!" Â Guru Paruhum menyemangati.
"Siap, Gurunami!" Serentak anggota tim, Bistok, Polmer, Jonder, Togu, Patar, Sahat, Dolok, dan Jontar menjawab.Â
"Polmer! Ingat! Kau Samson Hutabolon! Kerbau jantan pun kalah lawan kau!" Poltak menyemangati Polmer.
Sebenarnya Polmer tidaklah seperkasa itu. Tanpa anggota tim lainnya, Polmer itu ibarat sekantong kapas saja bagi seekor kerbau jantan yang terbiasa menyeret balok kayu dari hutan.
Bahkan sekalipun berenam, tetap tak mudah bagi tim tarik tambang SD Hutabolon mengalahkan kerbau jantan milik Ama Lumongga, kakek Poltak  nomor lima.