Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #073] Pelajaran Adab Anak Kota

3 September 2021   05:54 Diperbarui: 3 September 2021   05:53 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kolase foto oleh FT (Foto: kompas.com/dok. istimewa)

Poltak membatin kesal, sambil mengunyah pelan-pelan gulai ayam yang semestinya sedap. Jangan sampai berdecap pula mulutnya. Berpasang-pasang mata akan melotot.

"Poltak, sendok dan garpumu jangan berdenting-denting." Harry mengingatkan.  Tanpa empati.

"Amangoi  amang.  Kucucukkan pula nanti garpu ini ke mulutmu," umpat Poltak dalam hati, kesal tak alang-kepalang. "Sendok dan garpu kena piring, ya berdentinglah!"

Hati boleh panas, tapi kepala harus tetap dingin.  Poltak memperhatikan cara tulangnya makan.  Memang betul,  sendok dan garpu mereka tak terlalu berisik.  

Ternyata rahasianya sederhana.  Sendok dan garpu harus menciduk dari arah samping. Bukan mencangkul dari aras ke bawah. Seperti diperbuat Poltak.

Sebenarnya adab warga Kisaran tidaklah kota-kota amat. Tiga kelompok suku di sana, Jawa, Melayu, dan Batak dan Jawa, belum lepas dari adab desa. Hanya karena bapak mertua Parandum itu pegawai tinggi perkebunan swasta asing, maka adab kota yang serba anggun, tertib dan disiplin tersosialisasi dalam keluarganya.   

"Ayo, kita ke ruang belajar, Poltak," ajak Richard seusai makan malam.

"Ruang belajar? Kan lagi pakansi," tanggap Poltak terheran-heran. Dalam pikirannya, kalau sedang pakansi, ya, berarti terbebas dari pelajaran sekolah.

Ternyata Poltak salah kira.  Ruang belajar itu merangkap perpustakaan. Pada tiga sisi ruangan terdapat tiga rak buku.  Di tengahnya ada meja besar dan kursi-kursi.

Pandangan Poltak terpaku pada satu rak buku. Isinya penuh dengan majalah.  Untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia melihat majalah sebanyak itu. Mendadak mabuk dia rasanya.

Di Panatapan dia hanya pernah membaca beberapa nomor majalah milik Parandum. Selecta dan Mayapada. Gambar-gambar sampulnya bikin mata belalak. Gadis-gadis cantik pamer belahan dada, pusar, dan pangkal paha.  Tak baik itu untuk seorang calon pastor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun