"Betul itu. Â Kau pasti menang!" Â Bistok ikut menyemangati.
"Kau harus mewakili sekolah kita!" Poltak menegaskan. Â Masih mengunyah kue ketawa.
Sementara itu, Janter dan Marisi tak bisa menerima kenyataan kalah dari Bistok.
"Masa anak kelas enam dan lima kalah dari anak kelas empar." Janter memprovokasi Marisi.
"Tak bisa dibiarkan itu." Â Marisi termakan provokasi Janter. Â
"Kita mainkan." Janter mengedipkan mata kepada Marisi. Â Marisi mengangguk tipis.
"Binsar! Janter! Marisi! Ayo, siap-siap lagi. Terakhir ini!" Â Guru Marihot memberi aba-aba.
"Binsar! Aku ke garis finis, ya!" Â Poltak berteriak sambil berlari ke arah garis finish di sisi utara lapangan. Â Mulutnya masih mengunyah kue onde ketawa.
Binsar, berada di antara Janter dan Marisi, bersiap di garis start.
"Siaaap! Â Satu! Dua! Tiga!"
Tiga pelari itu melesat seperti puyuh kaget terbang ke arah garis finis di utara. Â Tidak. Hanya Janter dan Marisi yang seperti puyuh. Binsar merasa dirinya pemburu puyuh. Â Dia harus lebih cepat dari puyuh.