"Binsar," bisik Poltak ke kuping Binsar. "Anggap saja Si Janter dan Si Marisi itu dua ekor puyuh. Â Kau harus mendahului mereka. Supaya bisa nangkap."
"Puyuh, Poltak?"
"Ya, puyuh," tegas Poltak sambil mengangguk.
"Siap!" Guru Paruhum kembali memberi aba-aba. Â "Satu! Dua! Tiga!"
Kembali Binsar, Janter, dan Marisi melesat seperti anak panah lepas dari busurnya. Â Lurus menghunjam dengan kecepatan angin ke arah utara.
"Binsar! Binsar! Binsar!"
"Haaah! Â Binsar menang!" Â Poltak bersorak. Â Diikuti sorak-sorai anak-anak kelas empat. Â
Binsar menang dua langkah dari Marisi. Â Marisi menang satu langkah dari Janter. Â Bagi Guru Paruhum, kemenangan Binsar belum meyakinkan. Â perlu pembuktian sekali lagi.
"Kali ini Binsar menang. Â Tapi Pak Guru belum yakin. Â Kita ulangi sekali lagi." Â Guru Paruhum menjelaskan keraguannya. Â Dia harus memastikan kemenangan Binsar bukan sebuah kebetulan.
"Binsar, cepat kali larimu. Lebih cepat dari angin kau." Â Poltak memuji Binsar, sambil mengunyak kue onde ketawa yang baru dibelinya dari kedai Ama Rosmeri.
"Larimu lebih cepat dari Janter dan Marisi. Mereka cuma dua ekor puyuh. Â Kau harus menang!" Â Poltak menyemangati Binsar. Sambil tetap mengunyah kue onde ketawa di tangan kanan. Â Di tangan kirinya dia masih menggenggam sebutir lagi.