Mohon tunggu...
Moh Ikhsani
Moh Ikhsani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kau Tidak Ada di Hari Bahagiaku

21 Oktober 2022   17:28 Diperbarui: 21 Oktober 2022   17:49 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: societyfordiversity.org

Malam hari sebelumnya, Anisa mempersiapkan semua perlengkapan untuk masuk kerja di hari pertamanya.

Sebagai karyawan baru di sebuah penerbit besar, Anisa di pagi itu merasa gugup, karena hari itu adalah hari pertamanya masuk kerja.

Namun dengan percaya diri, dia berangkat ke kantor dengan mobil Honda CRV milik ayahnya.

Di balik rasa bahagianya, Anisa merasa sedih. Ibunya yang telah berusia 40 tahun meninggalkannya untuk selamanya. Di hari yang bahagia itu, dia tidak bisa melihat kebahagian dari wanita yang telah membesarkannya.

Berawal dari keluarga kaya yang memiliki rumah besar tempat mereka tinggal, serta uang yang tiada habisnya di kantong mereka.

Pagi itu, mereka disibukkan dengan aktivitas yang siap menguras habis tenaga mereka.

Hendra, bekerja sebagai manajer di bank swasta. Sedang Ajeng, istrinya, bekerja di perusahaan makanan yang produk-produknya mudah ditemui di supermarket mana pun.

Semuanya meninggalkan rumah di pagi itu.

"Aku sama Rian berangkat dulu ya, kalian nanti hati-hati di jalan." Ucap Hendra dari dalam mobil.

"Iya, Pa. Papa juga hati-hati ya," balas Anisa.

"Rian belajar yang sungguh-sungguh biar bisa seperti kakakmu ini," ucap Ajeng kepada Rian.

Mereka berangkat meninggalkan Ajeng dan Anisa yang masih sibuk merapikan rambut mereka yang bergelombang seperti ombak di lautan.

Perjalanan yang mereka harapkan tidak macet di pagi itu ternyata salah. Kendaraan-kendaraan telah membanjiri jalanan.

"Aduh macet! Gimana nih!" ucap Ajeng dengan nada kesal.

"Mama sih! Kelamaan benerin rambut!" jawab Anisa.

"Kamu kok nyalahin Mama sih," ucap Ajeng dengan pelan.

"Yaudah, Ma. Sabar. Biasanya juga gak macet. Kenapa hari ini malah macet!" Balas Anisa dengan muka masam.

Mereka masih dalam perjalanan di tengah mobil dan motor yang mengepung mereka.

Waktu menunjukkan pukul 07.20, masih aman bagi mereka untuk tiba di tujuan sebelum pukul 08.00.

Anisa sedikit lega karena jam kuliah pertamanya tidak terlalu pagi. Tapi tidak dengan mamanya, sebelum pukul 08.00 Ajeng harus berada di kantor karena investor yang akan menanamkan uangnya di perusahaan tempatnya bekerja sudah menunggu.

Akhirnya, setelah 45 menit terjebak dalam kemacetan yang membuat naik darah, Ajeng tiba di kantor pukul 07.45.

Hari itu mereka memulai kesibukan mereka hingga sore hari.

Sore itu, mereka telah berada di rumah. Hujan mulai turun dan membasahi mobil-mobil mereka.

Rian yang sedang duduk dekat jendela rumah, melihat kilatan cahaya menyambar pohon kiara payung di depan rumah. Dia bertambah kaget ketika mendengar suara gemuruh usai kilatan cahaya itu.

Di suasana sore yang sedang hujan, Ajeng membuat empat gelas teh hijau khas Negeri Sakura. Lalu dipanggilah suami dan anak-anaknya untuk ke ruang keluarga, menikmati kesegaran teh yang menghangatkan tubuh mereka.

"Besok Mama, Papa, sama Rian mau ke rumah nenek, kamu ikut ya," ucap Ajeng membuka obrolan sore itu.

"Yes, yes, yes besok liburan," ucap Rian dengan sangat senang.

"Kakak gimana?" tanya Ajeng kepada Anisa.

"Gak bisa ikut, Ma. Anisa harus selesaikan skripsi Anisa dulu." Balas Anisa.

"Ohhh begitu ya, yaudah gakpapa kamu gak ikut, asalkan kamu segera selesaikan skripsimu itu." Sahut Hendra.

"Iya Pa. Anisa janji segera selesaikan skripsi Anisa," jawab Anisa.

Di malam harinya, hembusan angin menggoyangkan pepohonan di rumah mereka. Bintang-bintang di langit saling bergantian berkedip di malam yang dingin.

Alarm yang telah mereka atur, siap membangunkan mereka di pagi hari.

Pukul 05.00, mereka bangun setelah mendengar suara keras alarm berdering. Suara yang sedikit membuat kaget karena kerasnya.

Pagi itu, Ajeng menata ulang pakaian yang akan mereka bawa. Anisa, yang tidak ikut pergi, memilih melanjutkan tidurnya.

Usai sarapan bersama, mereka bertiga berangkat meninggalkan rumah dan Anisa dalam kesendirian.

Hari itu juga, Anisa akan pergi ke toko buku bersama Rahma, temannya satu kampus.

"Nis, nanti habis beli buku, kita ke kafe biasanya ya." Ucap Rahma. "Ingat gak?" tambahnya.

"Ingat kok. Nanti kita ke sana. Beli kopi sama roti, selagi ada promo." Jawab Anisa diikuti gelak tawa mereka berdua.

Di toko buku, Anisa membeli Buku Pintar Penyuntingan Naskah karya Pamusuk Eneste. Rupanya, selain untuk dipelajari guna menyempurnakan skripsinya, dia juga berkeinginan untuk bekerja di sebuah penerbit suatu saat nanti.

Setelah dari sana, mereka langsung menuju ke kafe.

Kafe itu tak jauh dari toko buku tadi, mereka hanya butuh waktu sepuluh menit untuk menuju ke sana.

Sesampainya di sana, mereka memesan dua gelas caramel creamy latte serta dua chicken katsu curry mayo, dua menu favorit mereka.

Di sela-sela menunggu pesanan datang, mereka asyik berbincang.

"Orang tua kamu ke mana, Nis? Tadi rumahmu sepi seperti kuburan." Tanya Rahma.

"Mama sama Papa pergi ke rumah nenek. Rian juga ikut mereka," jawab Anisa.

"Ohh pantas. Oh iya, Skripsimu udah sampai mana?" tanya Rahma.

"Bentar lagi selesai kok, tinggal satu bab saja," jawab Anisa.

Di tengah mereka berbincang, Anisa mendapat kabar dari pamannya.

Melalui pesan WhatsApp, pamannya mengabarkan bahwa keluarganya mengalami kecelakaan dan sudah dibawa ke rumah sakit.

Mendengar kabar itu Anisa langsung kaget. Dia tidak bisa berkata-kata, air matanya menetes deras membasahi pipinya yang tirus.

Rahma berusaha menenangkan temannya itu. Mereka langsung menuju rumah sakit tempat keluarga Anisa dirawat.

Begitu sampai di rumah sakit tempat keluarganya dirawat, Anisa langsung menemui ayah dan adiknya yang sudah sadarkan diri. Sementara itu, dia harus mengikhlaskan kepergian ibunya.

Anisa sangat sulit untuk melupakan orang yang dia sayangi. Dari dalam hatinya, dia masih belum bisa mengikhlaskan kepergiannya.

Namun apa boleh buat, itu sudah takdir dari Tuhan.

Tiga minggu setelah kepergian ibunya, Anisa menghadapi sidang skripsinya. Pagi itu dia berpamitan kepada ayahnya dan langsung berangkat ke kampus dengan mobil Honda CRV milik ayahnya.

Dia sejenak berdoa sebelum memulai presentasinya. Pertanyaan-pertanyaan dari penguji berhasil dia jawab dengan sangat baik. Pada akhirnya, dia dinyatakan lulus ujian skripsi.

Anisa langsung pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Begitu sampai di rumahnya, dia langsung memeluk ayahnya.

Hari wisuda pun akhirnya tiba. Hari di mana Anisa resmi dinyatakan lulus sebagai mahasiswa.

Fokus dia sekarang adalah mencari pekerjaan. Namun, berkat sederet prestasi dan riwayat magangnya yang mentereng, Anisa sangat mudah mendapatkan pekerjaan.

Setelah melamar di banyak perusahaan, dia diterima di sebuah penerbit besar, penerbit yang buku-bukunya sering dia baca. Mimpinya akhirnya terwujud.

Minggu depan adalah hari pertamanya masuk kerja, dia sangat bahagia. Namun, di balik kebahagiaannya itu, dia sedih karena orang yang telah melahirkannya tidak bisa melihat impiannya terwujud.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun