Mereka adalah pedagang kaki lima, warung kelontong, atau ibu-ibu rumah tangga yang jualan dari rumah. Sementara usaha menengah hanya 0,01% dari jumlah tersebut.
Artinya, ketika kita bicara UMKM, kita sebenarnya lebih banyak bicara tentang usaha mikro. Namun ironisnya, program yang dirancang seringkali bertumpu pada kapasitas dan kesiapan usaha menengah.
Bank pun Memperlakukan Mereka Berbeda
Di dunia perbankan dan pembiayaan, pengelompokan UMKM sebetulnya sudah dibedakan secara teknis, karena karakteristiknya sangat jauh berbeda:
- Usaha Mikro dan Kecil lebih cocok mendapat Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan agunan ringan, bunga subsidi, dan pendampingan.
- Usaha Menengah biasanya mengakses pembiayaan komersial, masuk ke ranah SME banking, dan bahkan bisa memperoleh kredit investasi.
Namun, dalam narasi kebijakan, ketiganya tetap disatukan, seolah-olah mereka memiliki kebutuhan yang sama.
Padahal tidak. Yang satu butuh booth di bazar, yang satu butuh ekspor container penuh ke Eropa.
Sistem Gaji? Jelas Beda Dunia
Saya pernah mendampingi pelaku usaha makanan ringan di Kampar-Riau. Saat ditanya berapa gaji karyawannya, dia menjawab, "Lihat hasil harian saja, Pak."
Beda sekali dengan rekan saya yang punya usaha ekspor cokelat di Bandung. Ia sudah punya struktur organisasi, HRD, sistem penggajian, THR, bahkan BPJS Ketenagakerjaan.
Maka ketika kita membahas kesejahteraan pekerja UMKM, mari kita jangan pukul rata.Â
Usaha Mikro belum tentu punya kapasitas untuk menggaji layaknya Usaha Menengah. Maka, pendekatan pembinaan, pelatihan, dan insentif harus dirancang dengan bertingkat dan terfokus.
Implikasi Terhadap Ekosistem Halal
Saya pernah aktif mendorong ekspor produk halal 2015-2019. Salah satu tantangan yang saya hadapi adalah buyer internasional tidak percaya pada label halal dari Indonesia.Â
Mereka lebih percaya pada sertifikasi halal Malaysia, bahkan meminta produk dibranding Made in Malaysia agar bisa masuk ke jaringan distribusi halal global.
Namun hal itu mengajarkan bahwa kepercayaan global tak cukup dibangun dengan label, tetapi dengan integritas sistemik---termasuk sumber modal, proses produksi, hingga akuntabilitas usaha.
Dan ini tidak bisa dicapai bila kita terus menyamakan semua pelaku usaha dalamusah satu kategori: UMKM. Sebab yang mikro tidak punya kapasitas ekspor, sementara yang menengah punya kebutuhan dukungan berbeda.