Di tengah gempuran brand fast food global yang menjamur di kota-kota besar Indonesia, ada kisah menarik dari dalam negeri yang jarang disorot: perjuangan dan kebangkitan brand-brand lokal yang menawarkan rasa tak kalah lezat, harga yang bersahabat, dan strategi pemasaran yang membumi.Â
Dari Rocket Chicken yang menjelajah pelosok Jawa hingga Belenger Burger yang viral karena cita rasa nyelenehnya, brand-brand lokal ini tak hanya bertahan, tapi juga mengakar kuat di hati konsumen Indonesia.
Tak Sekadar Fast Food, Ini Soal Rasa dan Identitas
Bagi sebagian orang, makan burger dan ayam goreng mungkin identik dengan restoran berlogo "M" besar atau ayam dari negeri Paman Sam. Namun, kini peta itu mulai bergeser. Rocket Chicken, misalnya, telah menjelma menjadi jaringan waralaba makanan cepat saji terbesar asal Indonesia dengan lebih dari 1.300 gerai di seluruh Tanah Air, utamanya di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Sabana Fried Chicken, yang tampil sederhana dengan gerai-gerai kecil di depan minimarket atau ruko, telah memiliki lebih dari 3.000 outlet tersebar di Indonesia. CFC (California Fried Chicken), meski berbau luar negeri dari namanya, sejatinya adalah pemain lokal yang sudah hadir sejak 1983.
Lalu hadir Belenger Burger, merek yang tampil nyentrik dan penuh kejutan rasa, menyasar kalangan muda dengan burger rasa rendang, telur asin, sampai sambal matah. Tak tanggung-tanggung, Belenger juga memanfaatkan media sosial secara cerdas, membungkus produknya dengan humor dan kreativitas khas Gen Z.
Harga yang Membumi, Rasa yang Menggugah
Di tengah naiknya harga kebutuhan hidup, masih ada cita rasa yang tak menguras dompet. Di situlah brand-brand burger dan ayam goreng lokal memainkan perannya---menyajikan kelezatan dalam harga yang membumi.Â
Bagi banyak keluarga, pelajar, hingga pekerja harian, gerai seperti Rocket Chicken, Belenger Burger, Sabana Fried Chicken, hingga CFC menjadi pilihan setia untuk menikmati santapan cepat saji tanpa perlu merasa bersalah secara finansial.
Bayangkan saja, di sebuah sudut kota, seorang pelajar baru saja keluar dari kelas dan mampir ke Rocket Chicken. Ia bisa mendapatkan seporsi burger ayam yang mengenyangkan hanya dengan Rp10.000 hingga Rp15.000. Jika ingin paket lebih lengkap, berisi nasi, ayam goreng krispi, sambal, dan teh manis, cukup siapkan uang Rp20.000-an. Murah? Ya. Tapi bukan murahan.
Begitu juga dengan Sabana Fried Chicken. Meski hanya menempati booth sederhana di depan minimarket atau halaman ruko, rasa ayam gorengnya tak kalah gurih dibanding merek global. Dengan harga mulai dari Rp9.000, pelanggan bisa menikmati potongan ayam berbumbu khas, lengkap dengan sambal pedas yang cocok di lidah Indonesia.
Belenger Burger hadir dengan pendekatan berbeda. Tak sekadar burger ala barat, tapi disuntikkan cita rasa lokal: saus rendang, sambal matah, atau daging sapi lada hitam. Rasanya akrab, menggoda, dan tentu saja bersahabat di kantong. Harganya pun relatif ringan, berkisar antara Rp12.000 hingga Rp18.000---terjangkau untuk anak muda sekaligus menarik untuk para pecinta kuliner unik.
Sementara itu, CFC (California Fried Chicken) yang sudah lebih dahulu hadir sejak era 1990-an, masih bertahan sebagai ikon rasa yang membekas di ingatan. Dengan harga yang masih bersaing dan rasa yang menyesuaikan lidah lokal, CFC berhasil mempertahankan penggemarnya hingga kini---mereka yang rindu pada ayam goreng khas masa kecil, dan mereka yang baru mengenalnya lewat rekomendasi mulut ke mulut.
Murah memang jadi daya tarik, tapi rahasia sukses mereka bukan sekadar soal angka. Rasa yang konsisten, bumbu yang pas, dan pelayanan yang merakyat menjadi fondasi kuat di balik tiap cabang yang terus tumbuh.
Brand-brand ini tak hanya menjual makanan, tapi juga rasa akrab yang sulit ditandingi.
Strategi Jitu dan Koneksi Emosional
Kunci sukses merek-merek lokal ini tidak berhenti di harga. Mereka mengusung strategi pemasaran yang dekat dengan kehidupan masyarakat.Â
Rocket Chicken, contohnya, aktif melakukan kegiatan sosial di komunitas, mendekat ke pasar tradisional dan pusat keramaian warga. Mereka tahu bahwa pelanggan lokal ingin rasa dekat, bukan sekadar cepat.
Belenger Burger memaksimalkan tren media sosial. Lewat konten lucu, desain kemasan yang Instagrammable, dan testimoni pelanggan yang menghibur, mereka membangun identitas yang kuat di kalangan anak muda urban.
Sementara Sabana, dengan biaya investasi waralaba yang sangat terjangkau (sekitar Rp20 jutaan), berhasil menggaet banyak mitra UMKM dan keluarga menengah ke bawah yang ingin berbisnis.Â
CFC tetap mempertahankan citra nostalgia, memperkuat tempatnya di hati generasi yang tumbuh di era 80--90-an.
Tantangan dan Jalan ke Depan
Meski berhasil tumbuh pesat, brand-brand lokal ini tetap menghadapi tantangan besar: persaingan harga bahan baku, logistik, serta dominasi visual dan persepsi merek global yang masih kuat.Â
Namun, keunggulan mereka adalah pada fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi secara cepat.
Sebagai contoh, ketika merek global masih terpaku pada format gerai besar dan interior mewah, Rocket Chicken dan Sabana dengan cepat beradaptasi membuka gerai minimalis bahkan sistem booth yang efisien namun tetap menguntungkan.
Akhir Kata: Dari Rakyat, Oleh Rakyat, untuk Rasa Lokal
Kisah sukses Rocket Chicken, Belenger, Sabana, hingga CFC adalah bukti bahwa kuliner cepat saji tidak selalu harus datang dari luar negeri. Mereka adalah contoh nyata dari semangat kewirausahaan lokal, strategi yang membumi, dan ketajaman membaca pasar dalam negeri.
Dalam setiap gigitan burger atau ayam goreng itu, terselip rasa nasionalisme, ketekunan, dan harapan.Â
Karena kadang, cita rasa paling mengesankan bukan yang datang dari jauh, tapi justru yang tumbuh di halaman rumah sendiri.
Terus semangat! Tetap semangat mendukung produk lokal!
Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI