Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika yang Kaya Bertambah Kaya dan yang Miskin Semakin Terhimpit

17 April 2025   23:07 Diperbarui: 17 April 2025   23:07 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saat Ketimpangan Jadi Kenormalan Baru:

Dunia kini menyaksikan sebuah pertunjukan besar dalam panggung ekonomi global---ironis, karena ini bukan pertunjukan komedi, bukan pula drama menyentuh, melainkan tragedi dalam senyap: para miliarder dunia mendulang kekayaan dalam hitungan jam, sementara jutaan orang di belahan bumi lainnya memikirkan bagaimana caranya bisa makan besok pagi.

Ketimpangan ekonomi bukan lagi gejala, tapi telah menjadi kenormalan baru. Realitas pahit ini menyisakan banyak pertanyaan: Apakah sistem ini memang dirancang untuk mempertahankan ketidakadilan? 

Dan bagaimana kita, yang berada di tengah atau di bawah piramida sosial ini, bisa tetap waras menyikapinya?

Bagian 1: Ketimpangan yang Dipoles oleh Data

Menurut laporan Oxfam dan Credit Suisse, 1% orang terkaya dunia kini menguasai lebih dari 45% kekayaan global. Bahkan selama pandemi dan masa krisis ekonomi, kekayaan para miliarder justru melonjak drastis. 

Bloomberg menyebut periode itu sebagai "minggu-minggu menyegarkan" bagi para elite finansial dunia.

Elon Musk, Jeff Bezos, Charles Schwab, dan sederet nama lainnya menikmati lonjakan kekayaan dari volatilitas pasar. Sementara masyarakat luas berjibaku dengan pemutusan hubungan kerja, naiknya harga kebutuhan pokok, dan beban hidup harian yang semakin menekan.

Bagian 2: Trik Klasik dalam Dunia Baru -- Dari Trump untuk Para Temannya

Naikkan tarif. Buat dunia panik. Biarkan indeks saham jatuh. Lalu para elite membeli saham saat murah. Setelah itu, umumkan penundaan tarif. Saham melonjak. Cuan pun mengalir deras.

Inilah trik klasik yang dimainkan dalam pentas modern. Para pelaku utamanya? Miliarder seperti Charles Schwab (12,6 miliar dolar), Roger Penske (5,6 miliar dolar), hingga Elon Musk (36 miliar dolar). Semua terjadi dalam waktu yang seakan tak masuk akal bagi orang kebanyakan.

Ekonomi riil? Tetap stagnan. Yang bergerak hanya angka-angka di layar bursa dan saldo rekening para elite keuangan dunia.

Bagian 3: Kelas Menengah, Si Anak Tiri Globalisasi

Dulu, kelas menengah adalah harapan dan penyangga demokrasi. Kini, mereka seperti pesakitan yang terjepit. Penghasilan tak sebanding dengan biaya hidup. Harga rumah, pendidikan, dan kesehatan melonjak. Peluang naik kelas makin sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun