Bayangkan sebuah dunia di mana satu pengumuman dari satu orang saja bisa mengguncang perekonomian global. Saham rontok. Mata uang bergetar. Investor kelimpungan. Tapi di sisi lain, ada yang justru tersenyum puas. Menanti momen. Menekan tombol beli. Dan dalam hitungan hari, kekayaan mereka melonjak miliaran dolar.
Ya, inilah cerita tentang tarif baru Donald Trump.
Tarif impor dinaikkan. Negara-negara yang selama ini memasok barang ke Amerika Serikat---termasuk Indonesia---tiba-tiba dihadang dengan bea masuk hingga 32%. Tiongkok malah lebih tinggi lagi, 34%. Kanada, Meksiko, dan lainnya pun kena getahnya.
Kebijakan ini dikemas dengan dalih melindungi industri dalam negeri. Tapi, apakah benar demikian?
Episode 1: Naikkan Tarif, Dunia Guncang
Ketika Trump mengumumkan tarif baru pada 2 April 2025, pasar keuangan global langsung merespons negatif. Bursa saham Amerika langsung terjun bebas. Nasdaq merah, S&P 500 loyo. Saham-saham teknologi, manufaktur, dan logistik babak belur.
Orang-orang biasa? Panik.
Para investor kecil? Bingung.
Negara-negara eksportir? Kaget dan geram.
Namun di balik kepanikan massal itu, ada yang justru bergerak cepat---dan tenang.
Episode 2: Teman-Teman Trump Borong Saham
Saham-saham yang turun drastis itu bukan hanya dilihat sebagai kerugian. Bagi sebagian orang, itu adalah peluang emas. Dan mereka tahu kapan harus masuk.
Tidak lama, hanya sepekan setelah pengumuman tarif, Trump mengumumkan penundaan kenaikan tarif selama 90 hari. Dunia seolah menarik napas lega. Pasar saham langsung melesat naik.
Siapa yang untung besar?
Para pemain besar.
Para sahabat bisnis.
Para miliarder.
Episode 3: Panen Raya Miliarder AS
Dalam waktu singkat, nilai kekayaan mereka melonjak luar biasa:
- Elon Musk: tambah 36 miliar dolar
- Charles Schwab: naik 12,6 miliar dolar
- Roger Penske: untung 5,6 miliar dolar
Apakah mereka membuat pabrik baru?
Menambah ekspor?
Membuka lapangan kerja?