Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pengalaman Saya Sebagai Interviewer Gen Z dibandingkan Generasi Sebelumnya

7 April 2025   06:02 Diperbarui: 7 April 2025   12:41 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik layar meja interview, saya duduk sebagai interviewer, mencoba memahami tiap kandidat yang datang. Saya sudah bertahun-tahun melakukan seleksi pegawai, dari generasi X, Y (Millennial), hingga kini masuk ke era Gen Z. 

Dan saya harus jujur---ada hal yang berubah. Bukan pada kualitas, tapi pada cara komunikasi.

Saat kandidat dari generasi sebelumnya saya tanya, "Ceritakan sedikit tentang dirimu," mereka bisa berbicara lancar, lengkap, bahkan kadang terlalu panjang. 

Tapi ketika giliran Gen Z masuk, suasananya mendadak berbeda. Saya bertanya A, mereka menjawab A. Saya bertanya Z, mereka menjawab Z. Tidak lebih. Tidak kurang. Saya tunggu ekspansi cerita, tapi yang keluar hanya senyuman canggung. Atau kadang---diam.

Sebagai interviewer, tentu saya penasaran: Mengapa generasi yang dikenal kreatif, pintar, dan tech-savvy ini justru kesulitan saat interview?

Sekilas Perbandingan: Gen X, Millennial, dan Gen Z

Saya masih ingat ketika pertama kali menjadi pewawancara di era Gen X. Para kandidat dari generasi ini tampil serius, formal, dan penuh kehati-hatian. Mereka datang dengan baju formal berdasi, membawa map berisi berkas rapi, dan menjawab dengan penuh pertimbangan. Kadang terlalu kaku, tapi bisa dirasakan kematangan sikapnya. Mereka sangat menghargai proses wawancara, bahkan menganggapnya sebagai ajang pembuktian dedikasi.

Lalu masuk generasi Y, para Millennial. Saya mulai melihat perubahan gaya: mereka lebih santai, lebih ekspresif, tapi tetap menjaga sopan santun. Mereka bisa menjawab panjang lebar, kadang agak terlalu percaya diri, tapi justru di situlah muncul kekuatan naratif mereka. Mereka pandai membungkus pengalaman dengan cerita. Bagi Millennial, wawancara adalah panggung untuk menjual diri.

Kini giliran Gen Z. Mereka datang dengan penuh potensi, tapi banyak yang terlihat lebih pendiam, lebih ringkas, dan kadang tampak bingung. Saat ditanya tentang pengalaman atau motivasi, jawaban mereka sering pendek dan tanpa konteks. Terasa seperti percakapan di media sosial---cepat, langsung ke poin, dan tanpa basa-basi.

Lebih Dekat dengan AI daripada Manusia?

Sebuah fenomena menarik saya temukan dari penelitian di Amerika Serikat: 1 dari 4 Gen Z membawa orangtua mereka saat wawancara kerja. Ini bukan fiksi, ini kenyataan. Mungkin terdengar konyol, tapi juga mencerminkan satu hal: ada jarak antara dunia kerja yang menuntut kedewasaan formal, dengan dunia Gen Z yang sangat terbiasa hidup dalam ekosistem digital.

Generasi ini lahir saat internet sudah berjalan, dan tumbuh saat teknologi meledak ke segala arah. Mereka akrab dengan Siri, Google, dan kini ChatGPT. Saat mereka ingin tahu sesuatu, mereka cukup mengetik dan klik. Jawaban datang dalam hitungan detik.

Akibatnya, banyak di antara mereka yang lebih terbiasa menerima jawaban daripada menyusun sendiri. Lebih nyaman bicara lewat teks daripada verbal. Lebih percaya pada AI daripada bertanya langsung ke manusia.

Jangan heran kalau saat ditanya, "Kenapa kamu ingin bekerja di sini?" mereka butuh jeda lama, seperti buffering. Bukan karena tak tahu jawabannya, tapi karena tak terbiasa mengungkapkan isi kepala dalam bentuk narasi spontan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun