Diskusi tidak lagi seputar "urutan cerita", melainkan tentang "debat karakter". Siswa saling bertanya, "Kenapa kamu lebih suka Hang Jebat yang pemberontak daripada Hang Tuah yang setia?" Mereka tidak sedang menghafal sastra, mereka sedang mendiskusikan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat pada setiap karakter hikayat.
Melestarikan hikayat di era digital bukan berarti kita harus anti terhadap teknologi. Justru sebaliknya. Tugas kita sebagai pendidik bukanlah menjaga hikayat tetap terkunci di museum, melainkan memberikannya jalan untuk bisa relevan di dunia siswa.
Dengan menjadi "influencer" bagi karakter pilihan mereka, siswa tidak hanya belajar tentang hikayat. Mereka belajar bahwa cerita-cerita lama ternyata berbicara tentang kegelisahan, harapan, dan pilihan-pilihan yang masih mereka hadapi hingga hari ini. Mereka menjadi pewaris sekaligus pencerita baru bagi warisan sastra.
Semoga Bermanfaat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI