Mohon tunggu...
Fransiskus Batlayeri
Fransiskus Batlayeri Mohon Tunggu... Lainnya - Batlayeri.jr

Seorang perantau yang lahir dan besar di mabilabol, komplek kecil di Tengah kota Oksibil, Pegunungan Bintang, Papua.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Post Truth" dan Potensi Konflik di Papua

13 Januari 2022   09:23 Diperbarui: 13 Januari 2022   09:32 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang suku di Wamena. Sumber: berita satu.com

Pengungkapan kebenaran harus sesuai objektivitas. Inilah hal yang sering tidak disadari oleh para pengguna media sosial dan internet apalagi ketika kaum elite dan oknum-oknum tertentu mengambil perannya dalam media sosial. 

Mereka memposting sesuatu seusai kemauan dan analisa sendiri tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi bagi orang lain. Permasalahan yang kemudian terungkap ke laman dinding media sosial itu meledak menjadi "bom Isu". 

Fenomena ini lalu membentuk persepsi publik dalam kesehariannya di luar internet.  Hal itu dikarenakan manusia yang berselancar di media sosial dan internet tersebut meyakini bahwa itulah yang benar terjadi. Perlu disadari bersama bahwa internet dan media sosial atau media online bukanlah realitas. Dalam perspektif  Heideger (Being and Time,1927), semua hal itu hanyalah sarana yang membantu kehidupan manusia.


Dengan demikian etika penggunaan media sosial adalah cara yang ampuh mengatasi persoalan era Post Truth. Hal yang paling penting dilakukan adalah rekonstruksi nalar manusia. Hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena berkaitan dengan penyadaran dan kesadaran bersama. 

Ketika kita bijak menggunakan media sosial dan internet kita juga membantu memperbaiki kehidupan dan tatanan sosial dalam masyarakat kita yang majemuk. Kesadaran akan mencerna informasi juga membuat kita semakin kritis dalam mengolah infomasi. Potensi konflik akan berkurang ketika manusia menggunakan media sosial dan internet sebagai sarana untuk membantu kehidupan yang lebih baik.


Media sosial juga akan membantu kehidupan manusia ketika pengungkapan kebenaran berdasarkan objektivitas selalu dikedepankan lebih dari kepentingan mana pun yang terselubung. 

Perlu diingat juga bahwa setiap kali membaca informasi dari media sosial, internet maupun media-media "siluman" anda dan saya haruslah skeptis, kritis dan bijak terhadap apa yang dibaca dan bijaklah dalam mencerna informasi. 

Sejalan dengan itu Filsuf Sokrates menyatakan bahwa setiap orang harus menggunakan akal budinya secara jernih untuk membuat keputusan, dan menjauhkan diri dari emosi-emosi yang tidak teratur (Reza A.A. Watimena, 2010). 

Gunakanlah rasio kita sebagai "pisau bedah" dalam mencerna setiap informasi yang beredar di media sosial dan internet. Dengan demikian tindakan kita membantu membentuk watak dan tatanan sosial yang tidak mengarah kepada kehancuran melainkan saling menghargai satu sama lain sebagai manusia yang bermartabat.

Nb: artikel ini diterbitkan ulang oleh penulis di kompasiana sebelumnya sudah pernah terbit di edisi majalah jubi.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun