Lebih lanjut Kharisma Dhimas Syuhada menuliskan Kebimbangan jurnalisme dalam menghadapi pernyataan-pernyataan hoax dari para politisi dan pemimpin juga menandai era Post Truth ini. Kasus yang dapat dilihat adalah kasus selama pemilu presiden Amerika Serikat 2016.Â
Menjadi bukti bahwa  semakin sering media menyiarkan berita-berita bohong soal Donald Trump, justru membuat nama Trump semakin populer dan kebohongan-kebohongannya tersebar luas.Â
Bukan rahasia lagi bahwa kepercayaan pada wartawan dan penyedia berita di Amerika telah turun dalam beberapa tahun terakhir. Menurut jajak pendapat Pew Research Center, orang Amerika kehilangan kepercayaan pada media arus utama pada medio 2007 hingga 2010.Â
Pada periode tersebut kenaikan angka tidak percayaan sangat signifikan melebihi periode 12 tahun sebelumnya. Lipman (1920), mengatakan bahwa "the crisis in western democracy is a crisis in journalism".Â
Menurut jurnalis sekaligus ahli komunikasi politik ini, nalar publik terlalu lunak, dan mudah dimanipulasi oleh informasi palsu. Tanggungjawab  utama para ahli dan media, yakni terciptanya masyarakat madani yang bisa menggerakan sebuah demokrasi yang transparan, jujur dan adil.
Singkatnya era Post Truth adalah era di mana kebohongan dianggap menjadi hal yang lumrah terjadi dan seolah-olah manusia menghalalkan tindakannya berdasarkan informasi yang ditanggapi dari berita hoax tersebut. Sehingga hoax dianggap bukan sebagai masalah serius yang terjadi di kalangan masyarakat masa kini.Â
Dengan begitu kita bisa mengatakan bahwa era Post Truth adalah era di mana kebohongan lahir dan menjadi 'pemimpin' atas manusia. Era di mana kebohongan mengontrol tindakan manusia.Â
Ruang publik masyarakat modern yang menjadi usaha manusia untuk hidup tidak lagi kondusif. Kebenaran tidak lagi menemukan 'cakarnya' untuk mengontrol tindakan manusia.Â
Fenomena era Post Truth semakin kuat tertanam dalam diri manusia melampaui budaya dan batas negara karena di topang oleh fondasi media sosial dan internet.
Potensi  Konflik  di Papua
Tanah Papua yang  sering dianggungkan menjadi tanah yang terbekati, tanah yang damai, tanah yang penuh 'susu dan madu', Surga kecil yang jatuh ke bumi, lama-kelamaan mulai terkubur karena tumbuh suburnya potensi konflik yang menguat dan mengontrol kehidupan manusia di atas tanah ini.Â