Mohon tunggu...
Fransiskus Batlayeri
Fransiskus Batlayeri Mohon Tunggu... Lainnya - Batlayeri.jr

Seorang perantau yang lahir dan besar di mabilabol, komplek kecil di Tengah kota Oksibil, Pegunungan Bintang, Papua.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Post Truth" dan Potensi Konflik di Papua

13 Januari 2022   09:23 Diperbarui: 13 Januari 2022   09:32 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang suku di Wamena. Sumber: berita satu.com

Dengan begitu mereka yang punya kepentingan tertentu selalu menjadi 'penonton'. Ya, menjadi 'penonton' permainan drama mereka sendiri. Mereka menjadi orang-orang yang mengorbankan orang lain demi kepentingan mereka. 

Mereka membungkus kepentingan mereka di bawah penderitaan masyarakat kecil, di bawah orang-orang yang mudah terprovokasi untuk membuat rusuh.


Akhirnya fenomena ini tentunya menjadi catatan hitam yang perlu disadari bersama oleh semua pihak, bahwa era Post Truth sedang bekerja dan menghancurkan tatanan hidup sosial manusia di atas tanah Papua. Oleh sebab itu pentinglah kecerdasaran manusia yang menggunakan "media sosial" dan internet.


Kebenaran berdasarkan Fakta Bukan pada Kepentingan


Pengungkapan kebenaran dan tindakan manusia sangat berkaitan erat dengan rasio manusia dan sikap kritisnya. Ketika manusia bijak menggunakan  media sosial dan dengan kritis memilah mana berita atau informasi yang benar dan mana yang hoax, maka dengan jelas manusia itu dengan sendirinya sedang melawan badai Post Truth yang terjadi. Hanya sikap bijak, dan kritis dari manusialah yang mampu mengalahkan era ini. 

Orang harus sadar dan harus sampai pada tahap melihat maksud dari berita yang ditulis atau informasi yang sedang beredar. Kebenaran yang ada dalam berita yang dimuat harus berdasarkan pada realitas yang terjadi bukan pada kepentingan.


Pengalihan isu baik di media internet maupun media sosial selalu menjadi hal yang memecah belah kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak isu yang diangkat dalam  media sosial dan internet tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Bahkan banyak media "siluman" yang menjadi aktor utama untuk mempropaganda situasi di Papua sehingga melahirkan potensi konflik yang tumbuh subur. 

Banyak ruang demokrasi yang dibungkam sehingga orang percaya pada elit, atau oknum-oknum tertentu yang punya pengaruh. Sehingga pengungkapan kebenaran itu bukan lagi objektif  sesuai  realita melainkan sesuai subjek (ikut mau saya). 

Sejalan dengan itu, seorang filsuf Adorno melihat bahasa komunikasi atau bahasa informasi sebagai perpanjangan tendensi manusia yang hanya memandang orang dan segala sesuatu yang lain sebagai instrumen yang boleh di pakai untuk memenuhi keinginannya sendiri. Melalui bahasa orang lain dijadikan 'benda', dan logika pembendaan inilah yang menjiwai setiap rezim totaliter. 

Sebuah rezim totaliter adalah rezim yang menjadikan dirinya total, yang merasa berhak mendefenisikan segala sesuatu dari sudut pandangnya sendiri tanpa memberikan tempat bagi suara yang lain. Kepentingan dan keinginan sendiri menjadi kriterium untuk memandang segala yang lain (Budi Kleden, 2006).


Kebenaran harus diungkapkan berdasarkan fakta dan bukan pada kepentingan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengungkapan kebenaran isu (masalah) harus terjadi sesuai fakta di lapangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun