Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hujatan Barbar Netizen Indonesia

7 Februari 2024   07:04 Diperbarui: 7 Februari 2024   07:04 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompasiana.com/justinjoshevano/630b35d9e099ec6542741be2/kesetaraan-gender

Tidaklah mudah untuk mengubah budaya korupsi yang telah mengakar di tengah masyarakat. Namun, upaya keras dan kesadaran bersama untuk mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam semua lapisan pemerintahan dan politik merupakan langkah awal yang penting.

Salah satu langkah yang perlu diterapkan secara hukum, yaitu minimal ada perpres yang menekankan berapa persen dari proyek yang bisa di ambil oleh pemborongnya. Sehingga secara hukum, siapa pun yang melewati limit terebut, bisa di tangkap dengan tuduhan korupsi.

Hal ini perlu mulai sekarang kita lakukan, karena jujur saja, dari mana sih kader partai mendapatkan uang kekayaan mereka? Jadi pengusaha? Ya, memang banyak yang menjadi pengusaha, tetapi modal awalnya dari uang proyek yang dia kelola juga.

Warisan dari orang tua atau pihak lain? Belum pernah saya dengar ada anggota Dewan itu dapat warisan sehingga mampu membangun dan sangat kaya. Yang pasti, sebagian besar dari pengelolaan proyek, termasuk untuk ongkos beristri banyak juga.

Jika kita mau jujur dalam berpolitik dan bernegara, maka apa yang tertulis di Lukas 3.14, patut menjadi pertimbangan: Jangan merampas jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." Artinya, segala uang di luar gaji sah dan insentif serta THR sah, itu bukan hak kita.

Beranikah kita berbuat demikian?

Lalu bagaimana dengan proyek Pemerintah? Itu belum ada UU atau Keppres, berapa persentase yang boleh di ambil. Sehingga sangat lucu, ada pihak yang dipenjarakan karena korupsi dana proyek, sementara ada pihak lain yang hidupnya tenang-tenang saja, sementara dia melakukan hal yang sama.

Sehingga penegakan hukumnya yang tebang pilih. Nah, dalam membuat aturan itu, tergantung DPR dan Pemerintah, dalam hal ini bapak Presiden. Beranikah mereka membuatnya? Itu kembali kepada pribadi masing-masing.

Sikap negarawan yang diharapkan dari pemimpin politik, termasuk Ibu Megawati, adalah kesediaan untuk mendengarkan kritik yang konstruktif, bersikap bijaksana dalam menanggapi tuduhan yang tidak berdasar, dan memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi serta penegakan hukum yang kuat demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kita akui kadang-kadang Ibu Megawati, maaf, terlihat sudah agak pikun. Namun kita maklumi saja, itu karena faktor usia, jadi jangan pula itu kita manfaatkan dan kita besar-besarkan. Karena Ibu Megawati telah menunjukkan sikap sebagai negarawan sejati. Apa sih susahnya dia menunjukkan anaknya, Puan Maharani, sebagai calon presiden? Toh suara PDI-P cukup untuk melakukan itu.

Kita paling tidak memandangnya sebagai orang tua, dan sebagai Masyarakat Timur kita harus menghormati dan menghargainya. Jadi di mana tata krama dan sopan santun kita, dengan berani kita menantang, menghina dan menghujat beliau yang sudah berbuat demikian banyak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun