Ketika Rindu Menuntun Kaki Pulang

Pulang ke rumah bukan hanya tentang menapakkan kaki di lantai yang pernah diinjak bertahun-tahun lalu, tetapi juga tentang merasakan kembali pelukan yang tak pernah berubah.

Sebuah pelukan yang tak menuntut apa pun, hanya menerima dengan segala yang ada. Pelukan seorang ibu, seorang ayah, seorang nenek yang tetap menunggu meski waktu telah lama bergulir.

Aku berdiri di depan rumah itu, membiarkan semua kenangan mengalir begitu saja. Langit di atas terasa lebih luas, angin bertiup lebih lembut, dan di dalam hati, ada sesuatu yang terasa lebih utuh. Inilah rumah---tempat di mana segala perjalanan berakhir dan segala kenangan bermula kembali.

Lebaran: Lebih dari Sekadar Hari Raya

Lebaran bukan hanya tentang hari kemenangan, tetapi juga tentang pertemuan. Ini adalah waktu di mana yang jauh mendekat, yang lama tak bertemu kembali bersua.

Di halaman rumah, suara tawa menggema, anak-anak berlari dengan wajah penuh keceriaan, para tetua duduk dengan mata berbinar melihat keluarga yang berkumpul.

Di meja makan, hidangan tersaji dalam kehangatan. Ketupat yang dibelah perlahan, opor ayam yang menguar dengan aroma santan, rendang yang tersaji dengan rasa penuh nostalgia. Setiap gigitan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang kenangan yang ikut menyertainya.

Lebaran adalah saat di mana segala yang retak coba diperbaiki, segala yang jauh coba didekatkan kembali. Ada tangan yang berjabat erat, ada mata yang berkaca-kaca karena haru, ada suara yang bergetar saat meminta maaf. Hari itu, dunia terasa lebih damai, lebih penuh dengan kasih sayang yang tulus.

Dan di antara semua itu, aku duduk dalam diam. Menyerap setiap momen, mengukir setiap detik ke dalam hati. Sebab, setelah ini, aku tahu aku akan kembali ke kota, kembali ke rutinitas. Namun, kenangan ini akan tetap tinggal---menjadi pengingat bahwa pulang selalu lebih dari sekadar perjalanan.