Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebar Kembang

19 Desember 2018   14:56 Diperbarui: 19 Desember 2018   15:19 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lagi-lagi Solihin menghempus nafas berat. Ditatapnya lekat-lekat hamparan padi yang seminggu lagi siap dipanen. Berjalan ia pada pematangan sawah. Tangan gatalnya sesekali mencomoti serangga yang menyerbu padinya yang hampir seperempat padinya rusak dimakan serangga. Meski cuaca hari itu cukup menyengat, bukan menjadi hal yang tabu baginya, karena matahari adalah sahabatnya, ungkap Solihin menghibur diri.

Solihin berjalan begitu tegap. Seketika itu, ia sempat dikagetkan oleh sesuatu yang bukan lagi asing. Sebuah wadah kecil yang dibuat dari buah daun pisang berbentuk persegi panjang. Wadah itu biasa disebut orang jawa yaitu takir. Takir tersebut berisikan telur jawa mentah, kluwak, tembakau, kunyit parut, kembangan, dan tiga lembar daun sirih. Biasanya fenomena ini sering ditemukan di pinggir pematangan sawah atau sekat antar sawah. Dan ini biasa dikenal masyarakat sebagai sesaji atau sesajen.

Sekilas, otak Solihin teringat akan halusinasinya beberapa hari yang muncul di otaknya tanpa sengaja. Iya, ini bukan lagi. Wadah kecil itu beserta isinya sama seperti yang ada di ingatannya. Namun, ada sisi bedanya yaitu kembangan yang beragam jenis dan warnanya. Dengan saksama dan jeli Solihin mengamati. Kadang pula ia berkedip atau mengucek mata, dan menggigit jari-jemarinya.

"Di zaman ini masih ada yang percaya beginian? Bukannya ini suatu keyakinan yang dibenci Allah SWT dan bukannya rezeki sudah ada yang mengatur dan berkehendak?" guman solihin sembari menggelengkan kepala.

***

Tiga hari yang lalu, ketika ia sedang duduk bersantai di depan rumah sembari mengepulkan asap dari batang rokok, dengan ditemani singkong rebus ditambah segelas teh hangat sungguh nikmatnya. Tak lama kemudian, datanglah Paitun dengan tangan penuh darah menghampiri solihin, dan duduk bersebelahan. Paitun membuka percakapan. 

Solihin berdiam sesaat mendengar tuturan Paitun yang mengatakan,"Kalau kita tidak boleh lepas dengan kekuatan dan keajaiban lain". Sholihin mengerti maksud perkataan itu. Wajah sholihin tiba-tiba berubah kebingungan dan ingin tahu. Tanpa basa-basi Paitun menjelaskan dengan sabar, dan serius panjang kali lebar semua terlontar begitu jelas.

"Lihat, hasil panen Pak Jali dua tahun belakangan ini!"jelas Paitun.

"Tidak, Bu. Tidak perlu kita mengikuti jejak mereka yang tidak jelas, biarlah begini saja aku sangat bersyukur".

"Ahh, Bapak ini selalu begitu. Pasrah, pasrah dan pasrah!" Suara Paitun meninggi.

Kecewa Paitun akan keputusan akhir sholihin. Paitun langsung memasang wajah cemberut dan pergi meninggalkan sholihin seorang diri. Acuh tak acuh Solihin akan keyakinan sedemikian rupa. Baginya rezeki itu sudah ada yang menggariskan. Kita manusia hanya dapat berusaha melakukan yang terbaik. Jika manusia mau berusaha dan mencoba, maka ia akan memetik hasilnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun