Mohon tunggu...
WAHYU AW
WAHYU AW Mohon Tunggu... Sales - KARYAWAN SWASTA

TRAVELING DAN MENULIS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Ujung SepiI

25 Juni 2023   18:00 Diperbarui: 25 Juni 2023   18:06 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan di sinilah itu, aku menemuinya, pula menemukannya...sisi keabadian yang terpenggal, sisi yang membangkitkan kisahku ternyata hanya sebatas kertas tertulisi, basah oleh air, dan robek karena tanganku sendiri salah menempatkannya.

Jujur saja, sejujurnya bukan kedatanganku kali pertama. Sejatinya pula, kedatanganku bukan untuk pergi, aku belum berkeinginan, apalagi berkehendak menghentikan separuh putaran bumi masih tersisa.

Hai semua saja dengarkan, tahanlah putaran bumi jika kau memang mampu. Ceritakan, dan aku akan dengarkan hingga terbelah batu-batuan keras dengan tinggi sombong suaramu! Tapi sayang, setelah hari ini aku tak percaya dengan ragumu kau mampu merobohkan rumput-rumput bergoyang dengan sekali sentuh...

Itulah kenapa aku di sini...terima kasih, thanks a lot of. Aku melangkah pergi mulai hari itu dengan tanpa topeng. Yaaa, aku buang sudah jauh-jauh, aku tinggal dan kuburkan di sini. Di sini, sebelah mataku memandang, di antara jubah panjang aku tanggalkan satu persatu...di sini api merah padam, bergantilah api biru.

"ThankS"

Betul aku tahu dan betul-betul aku paham, sekeranjang mawar dan bunga tabur! Bohong belaka, hanya akan menambah siksa di batinmu "myfriend". Mengertilah dan aku akan coba memahami apa yang menjadi bagian ketidaksempurnaanku mataku jelang dan terjemahkan.


Syair untuk aku tancapkan nyanyian-nyanyian kidung untuk menyelaraskan dengan petikan gitar? Atau makanan dan minuman beserta kemenyan pengobral setan? Atau awan turun dari langit, pula lampu kota di malam hari?

"Yang berakhir telah kembali, yang terindah susun kembali kepergiannya"

***

"Sebelum matahari bertambah tinggi, lalu bertambah rendah"

"Tataplah ke depan"...entah apalagi harus kuucapkan dari bibirku yang kering. Tatapan bagaimana pula mesti aku lempar, atau bagaimana aku harus menyatukan kembali langkah terseret?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun