Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siswa dan Mahasiswa Asing Kian Mempelajari Bahasa Indonesia, Bagaimana Generasi Kita?

12 Januari 2024   06:53 Diperbarui: 13 Januari 2024   13:07 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi

Kebijakan ini memang tetap dijadikan fondamen sebagai pelajaran wajib. Dengan adanya sarana komunikasi nasional ini akan memudahkan pendidik dan peserta didik di dalam pembelajaran. Hal tersebut tentu tidak hanya tertumpu pada pelajaran bahasa Indonesia saja tetapi berlaku untuk semua mata pelajaran atau bidang studi yang diasuhnya. 

Pembelajaran dan pendidikan terus saja bergulir seirama dengan putaran masa. Lantas..., apa yang terjadi bagi generasi kita di dalam menempuh pendidikannya itu yang setiap saat dikomunikasikan dengan bahasa Indonesia? Mampukah mereka memerankan bahasa Indonesia sebagai perisai di dalam kehidupannya? Kedua hal ini kadang kala membuat kita pilu jika menoleh terhadap apresiasi mereka akan bahasa negara sendiri. 

Justru Jadi Spele dan Acuh

Suatu pengalaman menarik di dalam dunia berbahasa yang penulis peroleh melalui pembelajaran bahasa Indonesia khususnya. Kata pepatah, "Pengalaman adalah guru yang paling besar". Hal ini terbetik dalam puluhan tahun pembelajaran, baik di sekolah maupun di Perguruan Tinggi. Banyak siswa dan mahasiswa yang menganggap remeh atau spele terhadap bahasa Indonesia. 

Kondisi ini menjadi suatu fenomenal tersendiri di dalam pembelajan. Seolah-olah alat pencetus dan penyampaian ide ini gampang dan tidak perlu dipelajarinya lagi. Mereka beranggapan bahwa bahasa Indonesia sudah menjadi santapan harian, sejak di dalam rumah tangga, sekolah dan dalam pergaulannya. Dengan begitu, mereka acuh tak acuh terhadapnya. Orang Indonesia kok pelajari lagi bahasa Indonesia, gumamnya...! 

Kalaupun pembelajaran bahasa Indonesia diikutinya, itu hanya sebatas lepas tanggung jawab saja dengan guru atau pengampunya. Apalagi menyangkut dengan nilai akhir yang akan tertuang dalam buku rapor atau kartu hasil studi (KHS). Jadi, bukan semata dianggapnya sebuah kewajiban yang mesti diimplementasikan di dalam kehidupannya. 

Mudah Meniru

Suatu anggapan keliru bagi sebagian siswa dan mahasiswa bahwa bahasa itu mudah ditiru. Terlebih yang mereka pelajari adalah bahasa endatu mereka sendiri. Jika ada sesuatu yang ingin diselesaikan, tiruan adalah langkah pasti. Dengan begitu, buat apa menyusahkan diri dalam hal-hal yang memang menurut mereka sudah dimilikinya. Jika pun terdapat tugas-tugas yang wajib diemban, dengan begitu sigap dan mudah mengopi paste karya orang lain tanpa merasa berdosa. 

Akhirnya, sungguh pun dirinya saban hari berada dalam penyajian ilmu bahasa, tetapi yang selalu diukir dalam dirinya dalah jiwa-jiwa konsumtif bukan jiwa produktif. Ini merupakan sesuatu yang sangat mengecewakan dan memprihatinkan sebenarnya. Apalagi perilaku semacam ini berlaku pada performa yang terdidik. 

Kurang Meresapi Makna Bahasa Indonesia

Sudah jatuh ditimpa tangga. Begitulah kira-kira nasib sang generasi bangsa Indonesia saat ini. Mereka semakin tidak menyadari dan meresapi keberadaan dan kebermaknaannya bagi dirinya dan orang lain. Padahal, dengan adanya bahasa Indonesia, mereka akan dapat membawa diri ke arah yang lebih berhasil dan bermartabat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun