Mohon tunggu...
Siti Marwanah
Siti Marwanah Mohon Tunggu... Guru - "Abadikan hidup melalui untaian kata dalam goresan pena"

"Tulislah apa yang anda kerjakan dan kerjakan apa yang tertulis"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rasa (Part 6)

20 Oktober 2020   13:32 Diperbarui: 20 Oktober 2020   13:37 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aisyah replek menoleh kepada pemuda yang berdiri di sampingnya. Mata mengecil sehingga mata sipitnya semakin tidak tampak, wajahnya bersemu merah menahan malu. Dia merasa sangat merepotkan dan membebani Umam.
"Ini hanya inisiatifku sendiri, jangan kamu pikirkan. Saya hanya ingin berbagi dengan anak-anak di sini." Ucap Umam berusaha menghilangkan ketidak nyamanan gadis pujaannya itu.

Wanita berkulit putih bersih, wajahnya tampak bercahaya. Memakai gamis garis-garis dengan jilbab syar'i keluar sembari menggandeng tangan gadis yang tadi memanggilnya.
"Assalamualikum Umi," jawab Umam dan Aisyah hampir serempak.
Wanita paruh baya itu pun menjawab salam sambil mempersilahkan ketiganya duduk.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Umi.
"Sebelumnya kami mohon maaf karena tidak memberitahukan kedatangan kami ke sini. Saya Aisyah, ini Mas Umam sementara satunya lagi Parhan. Ucap gadis itu memperkenalkan diri dan mengenalkan teman-temannya. "Ini ada sedikit makanan untuk anak-anak di sini. Sahut Aisyah sembari menyodorkan kantong pelastik yang penuh berisi makanan ringan.
"Terima kasih nak." Jawabnya dengan wajah tersenyum.

"Maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk melihat dari dekat aktivitas dan keadaan anak-anak di sini sambil bercakap-cakap dengan mereka. Siapa tahu ada pembelajaran yang bisa kami ambil." Kata Aisyah menjelaskan

Bu Aida akhirnya menceritakan kondisi Panti Asuhan yang dibinanya. Bagi wanita yang bersuara lembut ini bertutur. Anak-anak yang tinggal di panti ini sudah dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Anak yang tinggal di sini kebanyakan adalah anak terlantar yang dibuang oleh orang tuanya dan ada beberapa diantara mereka yang sudah tidak memiliki orang tua karena ibu bapsknya sudah meninggal.

Apalagi sejak almarhum suaminya meninggal dan menitipkan panti ini untuk di kelola membuatnya semakin telaten untuk membina dan mengasuh mereka walaupun dengan penuh kekurangan dan keterbatasan ekonomi. Baginya anak-anak ini membawa rezekinya masing-masing. Hal ini yang membuat ibu yang tidak punya keturunan ini tidak pernah risau  atau pun gelisah.

Sesekali Parhan ikut memperhatikan cerita  Bu Aida. Pandangannya lebih sering tertuju kepada anak-anak panti yang sedang bermain sambil terawa di halaman. Sebentar Posisi duduknya ke kanan dan tidak berapa lama bergeser ke kiri. Kakinya berayun-ayun di bawah kursi kayu. Tangannya ikut terayun di samping kursi yang dia duduki. Tampak jelas dia ingin sekali beranjak dari tempat duduknya.

"Apa kamu mau ikut gabung sama mereka?" Tanya Aisyah kepada Parhan sambil menunjuk ke arah anak-anak yang sedang asyik bermain di halaman.
Dia menganggukkan kepala. Sembari meminta izin remaja itu lalu berlalu dan bergabung dengan mereka.

Tampak kecerian di wajah Parhan, dia terlihat rilek, matanya mulai berbinar, tawanya lepas. Beban batin yang selama ini menderanya sedikit demi sedikit mulai terkikis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun