Mohon tunggu...
Marlianto
Marlianto Mohon Tunggu... Buruh - Apa...

Mencari titik akhir

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Warisan Leluhur (Hal 14)

21 Desember 2019   06:19 Diperbarui: 21 Desember 2019   06:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Waktunya lunch..." ujarnya pada anak buahnya itu

Anak buahnya mengangguk.

"Aku pergi dulu..." ucap si Letnan

 "And after that...Loecintrong Loenyahh!" pekiknya dalam hati, tiba-tiba tubuhnya melonjak, melewati dua undakan, setengah berlari menuju kuda hitam besar yang di ikat di depan pos. Dia sudah tak sabar ingin segera bertemu si pemuda tampan, berkulit putih, tubuhnya tinggi semampai, dan sudah diberi persekot mahal. Di group WA si Letnan, pemuda ini dijuluki expertest of sedot, isunya sparring partnernya aja dengan kuda jantan. Kini saatnya melampiaskan hasrat, membuang hajat. Sedottt...

 Sementara itu dua petugas voorijder telah menggeber kecepatan larinya, diikuti kereta Bagasiwi dan dua penunggang dibelakangnya, meski harus mendapat umpatan, makian, sumpah serapah dari para pengantri yang lain. Tapi Bagasiwi yang dikawal dua voorijder itu benar-benar tak peduli.  Hingga hanya butuh waktu lima menit, kereta kuda Bagasiwi terbebas dari antrian dan sudah keluar dari pintu gerbang sisi utara,

Setelah mereka jauh dari pintu gerbang, keretanya berhenti sejenak, dan sebelum meneruskan perjalanannya, Bagasiwi mengucapkan terima kasih kepada dua petugas itu, yang langsung dibalas oleh mereka dengan menyalami tangan Bagasiwi, sambil berkali-kali meminta maaf.

Akan tetapi salah seorang petugas, entah kenapa tidak mau melepaskan tangan kanan Bagasiwi,  bahkan dirinya terhenyak menyaksikan tangannya yang keriput itu tiba-tiba telah ditarik dan menjadi rebutan dua petugas itu untuk diciumi, dijilati, dan dikulum. Tentu saja Bagasiwi jingkat karena kagetnya, dan berusaha menarik tangannya, tapi tangan itu seakan dijepit erat-erat. Makin lama Bagasiwi merasa jengah, jijik, nggilani.

Posisi Bagasiwi yang sedang duduk dikusir, letaknya agak diatas dua petugas itu, akibat ditarik paksa itu tubuhnya agak condong, hampir jatuh. Dia berusaha menarik lagi tangannya agar lepas, ternyata masih bergeming, hingga terjadilah saling tarik menarik dengan dua petugas itu. Akhirnya dengan jengkel dan geregetan, seketika itu sebelah tangan Bagasiwi meraih tongkat kayu mirip stick baseball, yang tergantung disampingnya, lalu dengan sekuat tenaga memukulkan berkali-kali tepat ke arah ubun-ubun dua petugas itu, terdengar bunyi tulang tengkorak retak dan muncratkan darah. Seketika mereka melepaskan tangan Bagasiwi.

Namun Bagasiwi seperti kesetanan, pukulannya tidak berhenti, kini tongkat itu malah dipegang dengan dua tangan, pukulannya semakin keras. Dua petugas itupun hanya bisa menjerit-jerit sambil menangkis dengan tangannya, tapi anehnya mereka tidak berusaha menjauh. Terdengar bunyi tulang lengan yang remuk patah. Belum merasa puas, Bagasiwi mengirim tendangan ke masing- masing wajah petugas itu, dan membuat mereka terlempar jatuh berguling-guling di tanah yang menjorok ke bawah dipenuhi semak dan rerumputan. Disana dua petugas itu tampak klenger berdarah-darah.

"Wong bejat, gendeng..." teriak Bagasiwi. Matanya memandang bengis dua tubuh berkelojotan mirip cacing kepanasan yang tersembunyi disemak-semak. Lalu dia memandang sekitar, hanya ada dirinya, kusir dan dua penunggang dibelakang yang cuek bebek. Nampaknya tidak ada orang lain yang menyaksikan kejadian ini. Dia tidak habis pikir, bagaimana mungkin dirinya telah dihina dua petugas itu sebanyak dua kali. Siaalll....

Akhirnya dia perintahkan kusir meninggalkan tempat itu. Dia berharap dua petugas itu mampus, menjadi santapan binatang buas. Bibirnya tersenyum kecut, bila terngiang perkataan si Letnan yang juga menantunya itu, kalau salah satu petugas tadi akan diambil menantu. Tak sudi Bagasiwi bila cucunya punya suami macam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun