Mohon tunggu...
Marlianto
Marlianto Mohon Tunggu... Buruh - Apa...

Mencari titik akhir

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Warisan Leluhur (Hal 14)

21 Desember 2019   06:19 Diperbarui: 21 Desember 2019   06:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah mendengar cerita itu, isteri dan anaknya terdiam, seperti sedang merenungkan sesuatu.

"Mengapa Bapak menerimanya...?" keluh isterinya

Bagasiwi hanya bisa menghembus nafas panjang, tergurat rasa sesal di wajahnya.

Akhirnya anaknya bicara, "Kita sudah tidak bisa menolak lagi. Uang sudah diterima berarti sudah sepakat. Apapun resikonya harus dijalani."

Bagasiwi menatap anaknya, "Perjalanan ini pergi pulang cuman empat hari. Aku dan Salwan bisa melakukannya. Dan jangan ada orang kita diam-diam ikut mengawalku." 

Dengan berat hati isteri dan anaknya menuruti  kemauannya, meskipun masih menggumpal rasa penasaran didada mereka.

Sesuai perintah, hanya berdua saja dengan wakil kepala regu yang bernama Salwan sebagai kusir, Bagasiwi pun sudah duduk disebelahnya. Mereka berangkat menggunakan kereta yang ditarik dua ekor kuda berbendera gambar kuda terbang yang berkibar-kibar dibelakangnya. Mereka mengambil jalan memutar, dengan kecepatan laju kereta sewajarnya. Ternyata jalanan inipun cukup ramai, sepertinya semua  pengendara sedang menghindari lewat jalan utama. Tentu saja aktifnya kembali Bagasiwi, telah menarik perhatian kenalan yang sempat bertemu, sapaan dan pertanyaan bertubi-tubi terlontar, tapi dengan cerdiknya Bagasiwi menjawab, hingga tidak timbul kecurigaan. 

Ketika sampai di pertigaan, di salah satu tepi jalan yang menuju arah utara, Bagasiwi melihat dibawah pohon randu kembar, ada dua laki-laki duduk dipunggung kuda sedang menantinya. Mereka berseragam karyawan Kuda Terbang, sama seperti yang dia kenakan.

Ketika kereta Bagasiwi melewati dua penunggang itu, tidak ada tegur sapa diantara mereka, hanya pandangan mata. Sikap dua penunggang itupun acuh tak acuh, namun sudah menghela kudanya  mengiringi laju kereta. Setelah berjalan cukup lama, dan tidak jauh lagi akan sampai di pintu gerbang sisi utara, mereka berhenti di depan penginapan Para Sahabat. Kereta kuda di parkir agak jauh, kemudian Bagasiwi dan anak buahnya serta dua penunggang kuda tadi, meninggalkan kereta, berjalan menuju kedai Para Sahabat.

Suasana lantai bawah kedai ini sangat ramai, apalagi dengan kemunculan Bagasiwi yang tiba-tiba telah membikin suasana lebih gempar. Setiap orang menyapa, mengajak ngobrol sesaat, hingga seorang pelayan dengan cepat meladeninya, memberi meja di pojok yang suasananya agak sepi.

Setelah mereka duduk di meja, Bagasiwi sempat bertanya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun