Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Purbaya Effect: Antara Keberanian dan Kecerobohan

17 September 2025   06:18 Diperbarui: 17 September 2025   06:18 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Kumparan)

Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa menandai perubahan gaya kepemimpinan fiskal yang dramatis. Sri Mulyani dikenal berhati-hati, penuh kalkulasi, dan menjaga kredibilitas fiskal Indonesia di mata dunia. Purbaya justru hadir dengan gaya agresif, blak-blakan, dan siap mengguncang status quo.

Pertanyaannya, apakah "Purbaya Effect" akan membawa energi positif atau justru menimbulkan risiko baru?

Gebrakan Dana di Bank Nasional

Kebijakan paling kontroversial Purbaya adalah memindahkan dana pemerintah dari Bank Indonesia ke bank nasional. Secara teori, langkah ini masuk akal: bank bisa menyalurkan kredit lebih banyak, investasi bergerak, ekonomi tumbuh.

Namun realitas tidak seindah teori. Sejumlah bank besar justru menolak limpahan dana jumbo itu karena takut tak mampu menyalurkan kredit dalam jumlah besar di tengah iklim investasi yang lesu. Alih-alih mencari solusi, Purbaya menegaskan: "Itu urusan direktur bank, bukan saya."

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: apakah itu ketegasan seorang pemimpin, atau sinyal ketidakpedulian terhadap realitas lapangan?

Data yang Menyentil

Fakta di lapangan menunjukkan problem lebih dalam:

  • Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 memang 5,12%, tapi proyeksi setahun penuh hanya 4,7%--4,8%.
  • Pertumbuhan kredit bank yang sempat 10,9% pada 2024 melambat menjadi 6,6% di awal 2025.
  • Belanja pemerintah hanya menyumbang 15% ekonomi, sisanya 85% digerakkan swasta dan UMKM.

Artinya, masalah bukan sekadar likuiditas, melainkan iklim investasi yang tidak kondusif.

Risiko Nyata

Dengan Indeks Persepsi Korupsi 2024 menempatkan Indonesia di posisi 115 dari 180 negara, risiko kebocoran dana amat besar. Memindahkan triliunan rupiah ke bank nasional tanpa pengawasan ketat bisa menjadi bencana fiskal.

Seharusnya fokus utama adalah kepastian hukum, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi. Tanpa itu, dana hanya akan parkir di bank, atau lebih buruk: tersedot oleh praktik rente.

Proyeksi dan Realitas

Pemerintah menargetkan pertumbuhan 5,8%--6,3% pada 2026, dengan defisit ditekan ke 2,48% dari PDB, bahkan berharap balanced budget pada 2027--2028. Bank Indonesia lebih realistis dengan proyeksi 4,7%--5,5%, sementara World Bank melihat rata-rata pertumbuhan jangka menengah hanya 4,8%.

Dibanding negara tetangga, Indonesia masih kalah gesit. Vietnam dan Filipina lebih cepat menyederhanakan regulasi dan memberi kepastian hukum, sehingga mampu menyerap Foreign Direct Investment secara efektif. Indonesia memang mencatat Rp 829,9 triliun FDI semester I 2024, tapi dampaknya minim karena hambatan birokrasi dan logistik.

Filosofi Risiko

Sun Tzu pernah berkata, "Risk without strategy is the fastest route to defeat." Keberanian tanpa arah bisa berubah menjadi kecerobohan. Sri Mulyani menjaga fondasi tetap kokoh, sementara Purbaya mencoba mengguncang untuk mempercepat pertumbuhan.

Kedua gaya ini sebenarnya bisa saling melengkapi, tetapi jika Purbaya terlalu mengabaikan risiko, sejarah bisa mencatatnya sebagai pelajaran mahal bagi bangsa.

Dua Sisi Purbaya Effect

Jika berhasil, Purbaya akan dikenang sebagai menteri yang berani menyalakan mesin ekonomi dengan gebrakan segar. Namun jika gagal, ia bisa menjadi simbol tipisnya garis antara inovasi dan kehancuran.

Seperti kata Herakleitos, "Character is destiny." Karakter Purbaya yang agresif dan blak-blakan akan menentukan apakah "Purbaya Effect" menjadi berkah atau bencana.

Pada akhirnya, ekonomi Indonesia tidak hanya butuh dana segar, melainkan kepercayaan, kepastian hukum, dan integritas. Tanpa itu, "Purbaya Effect" hanya akan menjadi eksperimen mahal yang dibayar rakyat.

Akhir kata: "Purbaya Effect" adalah ujian besar. Apakah ia akan menjadi mesin pertumbuhan atau sekadar catatan kegagalan, semua tergantung pada bagaimana keberanian diimbangi dengan strategi.***MG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun