Mengapa Publik Masih Meragukan Fakta?
Sumber keraguan banyak datang dari kelompok anti-Jokowi yang mengklaim diri sebagai "peneliti forensik digital" atau "ahli telematika". Namun, ironisnya, klaim mereka tidak pernah diuji secara ilmiah atau hukum. Mereka tidak pernah mengajukan dokumen asli yang bertentangan, tidak menghadirkan saksi yang kredibel, dan hanya mendasarkan tuduhannya pada analisis visual foto ijazah yang beredar bebas di internet.
Dalam ilmu digital forensik pun, analisis terhadap dokumen digital harus mematuhi prosedur ketat---termasuk metadata, digital hash, dan integritas file. Tanpa itu semua, analisis hanya menjadi opini pribadi tanpa dasar hukum.
"Mereka bicara forensik, tetapi tidak paham prinsip dasar pembuktian. Tidak cukup hanya melihat dari gambar dan membuat asumsi," ujar pakar hukum Universitas Indonesia, Prof. Topo Santoso.
---
Bagaimana Seharusnya Sikap Publik?
Dalam menghadapi polemik ini, masyarakat perlu membedakan antara opini politik dan fakta hukum. Tuduhan yang terus diulang tidak otomatis menjadi kebenaran jika tidak dibuktikan dengan alat bukti sah.
Sebaliknya, justru ketika pengadilan sudah memutus dan institusi resmi seperti UGM telah memberikan klarifikasi, maka menyebarkan klaim palsu tanpa bukti sah dapat masuk ke ranah penyebaran hoaks atau bahkan pencemaran nama baik.
Masyarakat juga perlu mengembangkan literasi hukum dan digital: memahami bahwa foto bisa diedit, bahwa "analisis" di media sosial bukan bukti sahih, dan bahwa negara ini memiliki sistem pembuktian hukum yang ketat.
---
Bukti Harus Tegas, Bukan Asumsi
Pernyataan Susno Duadji adalah pengingat penting: hukum bekerja berdasarkan fakta, bukan persepsi. Ijazah Presiden Jokowi sudah diverifikasi, disahkan, dan didukung oleh institusi resmi serta saksi historis. Menyangkalnya tanpa bukti fisik otentik adalah tindakan tidak berdasar yang justru merusak rasionalitas publik.
Indonesia sebagai negara hukum harus terus memperkuat budaya pembuktian, bukan budaya tuduhan. Jika masyarakat ingin mengkritisi pemimpin, lakukanlah dengan data dan hukum, bukan dengan spekulasi tanpa dasar.
Karena di balik ijazah, ada integritas sistem. Dan sistem hukum, jika terus dilanggar oleh rumor, akan runtuh oleh kebohongan yang diulang-ulang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI