Mohon tunggu...
Veronica Maria
Veronica Maria Mohon Tunggu... Guru - independen

Be successful from the edge.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kue Kering

8 Juni 2023   13:00 Diperbarui: 8 Juni 2023   13:02 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ok, tenang. Jangan panik Vayla."

"Aku gak panik," bantah Vayla. "Aku hanya ... sudahlah. bagaimana cara menghindarinya. Apa mungkin bapak bisa sedikit ngebut?" tanya Vayla pada sopir Dita. Ia sudah tidak tahu harus berbuat apa.

"Jalanan macet, Vayla. Aku punya ide, tapi sorry kalau kesannya gak simpati sama keadaanmu saat ini." sesaat Dita mengambil napas dalam dan menghembuskan pelan. "Bagaimana kalau kita mampir mal. Bukan untuk menghibur diri. Kita hanya perlu membuat jalan semut untuknya," imbuh Dita.

Vayla mengangguk setuju. Ide yang disampaikan Dita memang yang paling mungkin untuk dilakukan. "Aku ikut rencanamu."

"Bapak awasi orang di mobil belakang itu. Kalau dia mengikuti kami dan ikut masuk, Bapak kirim pesan ke saya. Ingat, ketik pesan, jangan telepon, ya Pak. Setelah itu saya akan minta  Bapak bersiap jemput kami di lobi. Kalau dia tidak mengikuti kami setelah lima belas menit, kami akan pulang naik taksi. Bapak bisa pulang agak larut, sampai dia tidak mengikuti Bapak."

Dita selesai menjelaskan rencananya tepat ketika mobil sudah memasuki area basemen. Mereka meninggalkan pak sopir dan dengan tenang masuk ke area mal.

Tepat seperti dugaan pertama. Pemuda itu ikut turun dari mobil dan masuk ke area mal. Vayla terus memastikan bahwa pemuda itu memang berada di dekat mereka dengan begitu mereka tahu kapan harus segera melarikan diri.

Sementara pemuda itu terus mengikuti di dalam mal, Dita dan Vayla terus berusaha memperlebar jarak. Setelah dirasa cukup jauh, Dita segera mengetik pesan dan meminta sopirnya menuju ke persimpangan jalan. Pak, jangan jemput di lobi. Tunggu kami di persimpangan jalan, kami segera keluar.

***

"Kamu yang semalam mengikuti aku, kan? Mengapa pagi-pagi sudah ada di rumahku? Bagaimana kamu melewati pintu gerbang?" rentetan pertanyaan mengalir begitu cepat dari bibir Vayla. Takut dan marah sudah menyatu, tak ada bedanya lagi. Hanya keberanian yang berusaha ditampakkan Vayla di depan pemuda itu. Pemuda yang tiba-tiba sudah duduk di teras rumahnya.

"Sorry, pintu gerbangmu tidak terkunci sejak kamu pergi ke rumah sakit," jawab pemuda itu yang kemudian bangkit dari duduknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun